Oleh : Rida K LiamsiĀ 

SDD, Penyair Sederhana, Untuk Puisi-puisi Serius

Sastra Minggu, 28 Juli 2024
SDD, Penyair Sederhana, Untuk Puisi-puisi Serius
Sapardi Djoko Damono (CNN Indonesia Rights Free/Dok. Bunga Yuridespita)

Innalillahi  wainnailaihi rajiun. Selamat jalan mas Sapardi Djoko Damono ( SDD ) . Duka yang dalam untuk dunia sastera  Indonesia, terutama dunia kepenyairan. Karena kepergian mas SDD , 19 Juli 2020 dalam usia 80 tahun, merupakan sebuah kehilangan, kepergian sosok penyair yang karya-karyanya  sangat mempengaruhi dunia kepenyairan Indonesia dan bahkan kawasan nusantara ini . Karya-karyanya telah  memberi warna tersendiri dan membawa banyak pengikut, mereka yang menamakan dirinya Sapardian. Karya-karya  yang menyebabkan masyarakat ramai tiba-tiba menjadi heboh dan menyukai  puisi. 

Puisinya Aku Ingin Mencintai, misalnya telah menjadi  bagian dari keseharian. Dikutip oleh anak-anak muda yang sedang jatuh cinta, dilekatkan dalam  buku-buku catatan dan dijadikan pengantar untuk surat-surat cinta . Memenuhi dinding-dinding medsos dan menjadi bumbu percakapan yang penuh gairah. Buku puisi, Duka Mu Abadi, menjadi antologi yang paling banyak diperbincangkan di kalangan penyair. 

Saya bersahabat secara empiris dengan  mas SDD, karena kami  memang tidak terlalu akrab dan belum sempat berkenalan akrab  secara fisik, dan tidak selalu bisa bertemu di berbagai iven sastera Indonesia. 

Saya pernah bertemu dan berjabat tangan dengannya, satu waktu di TIM,  beberapa tahun lalu, ketika mas SDD bersedia menjadi pembicara buku kumpulan puisi saya “Tempuling”  dalam acara baca puisi  tunggal saya di TIM. 

Saya masih ingat sebagian kesan Mas SDD atas puisi-puisi  saya itu, yang menurutnya memang agak sulit dipahami karena kami dibesarkan dalam kultur yang berbeda. Dia dibesar dalam budaya  Jawa, sementara saya dalam budaya Melayu. Puisi-puisi saya  yang banyak menggunakan kata-kata  Melayu lama (arkais), telah menyulitkan beliau untuk memahami puisi-puisi itu. 

Meski begitu mas SDD dengan senang hati, tampil di  pentas gedung graha budaya TIM dan membicarakan buku kumpulan puisi saya  itu. Sayang makalah singkat beliau tidak  sempat saya miliki, dan mungkin beliau juga sudah lupa dimana disimpannya setelah acara tersebut. 

Tapi saya bahagia karena mas SDD mau membicarakannya, meski permintaan  saya itu  saya sampaikan melalu sahabat saya   Penyair Asrizal Nur yang  menjadi pelaksana acara baca puisi tunggal saya itu.

Tapi secara empiris, saya sudah mengenal penyair SDD  sejak dia menerbitkan buku-buku puisinya. Atau membaca  puisi-puisinya yang dipublikasi di berbagai media. Terutama dari buku-buku puisi beliau yang saya beli. Buku puisi yang selalu saya  tunggu bila ada informasi   Mas SDD menerbitkan buku yang baru . Atau mencari buku-buku baru itu bila misalnya  Majalah Berita Mingguan  Tempo mengumumkan  buku pilihan akhir tahun yang mereka tetapkan  dan buku mas SDD menjadi pilihan.

Bagi saya, mas SDD adalah penyair yang sederhana, tampil khas dengan topi baretanya, dan jas longgar, tapi puisi-puisi mas SDD adalah puisi-puisi  yang  ditulis secara serius. Puisi-puisi yang penuh perenungan  dan puisi-puisi yang memberi ingatan yang kekal dan membangkitkan semangat saya untuk menulis puisi. Inspiratif dari setiap baris  yang dia tulis.

Memang ada sementara pihak menyatakan bahwa mas SDD menulis puisi-puisinya secara sederhana, terkesan seakan tidak serius dan bermain-main . Kesan begitu bahkan muncul dari beberapa statemen mas  SDD sendiri dalam berbagai wawancaranya  dengan berbagai media. Tapi bagi saya pernyataan mas SDD itu lebih menunjukkan kerendahan hatinya sebagai seorang penyair besar, sementara puisi-puisinya itu tetaplah puisi-puisi yang ditulis secara serius, sungguh-sungguh. Puisi yang dia tulis melalui sebuah proses perenungan, meskipun tentang setetes  hujan, atau sehelai daun yang bergoyang dalam desau angin . 

Sebab tak ada puisi besar yang akan lahir dari proses  penulisan dan penciptaan yang  santai, sederhana dan sambil lalu. Untuk meminjam kata kata penyair Sutarji Calzoum Bachri, puisi yang ditulis secara berdarah-darah. 

Bahwa puisi-puisi mas SDD terkesan sederhana dengan  diksi dan prasa  yang  mudah dipahami, itulah kehebatan nya sebagai penyair, mampu menulis puisi yang mempesona dengan diksi dan metafor yang sederhana, ringan, komunikatif, tapi bagi yang membacanya  akan terasa sangat mengejutkan. 

Kita tiba-tiba merasakan betapa  dalam renungan  yang dilakukannya  untuk memilih kata-kata yang kaya ,  kuat dan puitis itu.

Bahwa kemudian  puisi-puisi  itu menjadi sangat populer, mudah  dipahami dan nenyentuh hati siapapun , itulah kehebatan  mas SDD  sebagai seorang penyair yang sudah mempunyai  gaya dan karakter kepenyairan . 

Menulis puisi  yang melekat di hati semua orang.Puisi puisi yang memberi ruang pada semangat kegembiraan, harapan dan  kehidupan masa depan. Puisi-puisi yang tak membuat orang bersedih. Puisi-puisi yang  bercakap-cakap dan berbisik dalam ruang kehidupan. Percakapan antara  kayu dan api. Antara waktu dan  abu. 

Gaya kepenyairan yang membuat  puisinya ingin dibaca berkali-kali, berulang-ulang, yang baris-baris yang mistis, ingin disimpan di dalam saku atau note  di gawai. Inilah yang membuat penyair lain menjadi iri. 

Selamat jalan Mas SDD. Beristirahatlah dalam damai dan dalam derai doa mereka yang ditinggalkan. 


2020.