Jumat, 20 September 2024
Membicarakan tentang perempuan, tidak akan habis-habisnya, banyak sisi perempuan yang bisa diungkapkan dan menjadi suatu jalinan peristiwa berwujud karya sastra. Sebut saja beberapa karya sastra yang mengangkat tentang isu perempuan yaitu Seroja karya Sunaryono Basuki KS, Tarian Bumi karya Oka Rusmini, Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, dll. Perempuan dalam teks sastra tidak jauh berbeda dengan realitas karena cerita dalam teks sastra merupakan perwujudan representasi daripada kenyataan. Penggambaran yang diangkat tentang perempuan bentuk pernyataan dan resistensi bahwa keberadaan mereka tidak dapat dipungkiri.
Perempuan yang sudah menjadi objek sejarah menyebabkannya tidak terlepas dari permasalahan konstruksi sosial yang menyudutkan posisi dan membatasi ruang gerak perempuan yang mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem patriaki merupakan konstruksi yang mengikat perempuan dan menyebabkan tidak mampu memiliki dimensi lain yaitu dimensi maskulinitas. Kaum perempuan telah teralienasi sejak mereka terlahir ke dunia dalam ruang masyarakat. Tubuh perempuan sudah termiliki oleh orang lain bukan atas milik sendiri. Perempuan lahir telah menjadi kepemilikan orang tua, khususnya ayah. Kemudian perempuan mengalami tahap perkawinan yang otomatis kepemilikannya beralih kepada suaminya. Kondisi seperti ini yang menyebabkan perempuan lemah dalam menghadapi keadaan sosial.
Keadaan yang menekan perempuan mengakibatkan perlawanan dari perempuan tersebut terhadap kondisi sosial yang ia hadapi. Hal inilah yang terjadi kepada Tun Irang di dalam novel karya Rida K.Liamsi yang berjudul Selak Bidai Lepak Subang Tun Irang.
Novel ini adalah novel yang berdasarkan caatatan-catatan sejarah kerajaan Melayu yang diambil dari berbagai sumber dan observasi penulis yang sangat rinci. Penulis berhasil menggambarkan rentetan sejarah dari tahun ke tahun dan menggambarkan zuriat dari setiap raja-raja Melayu. Bagaimana Bugis bisa ikut andil dalam kerajaan Melayu? Awal dari dendam seorang perempuan, dari perlawanan Perempuan Melayu terhadap kekuasaan seorang Raja. Lalu berujung upaya oposisi dalam menepatkan diri pada perjalanan sejarah kerajaan Melayu dan bentuk pertahanan untuk mewujudkan kerajaan Melayu yang diimpikannya. Resistensi Perempuan Melayu dari segala lini kehidupan sosial masyarakan masa itu.
Diceritakan, seorang perempuan bernama Tun Irang yang ditunangkan dengan seorang keturunan syah Sultan Johor yang benama Raja Kecik. Namun pertunangan itu dibatalkan sepihak oleh Raja Kecil karena sang Raja lebih tertarik kepada adiknya yang bernama Tengku Kamariah. Hal tersebut sangat menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang perempuan. Rasa sakit hati tidak tertahan, dan semakin memuncak saat ayahnya Tun Abdul Jalil dibunuh saat sholat oleh Raja Kecik. Apa yang dialami Tun Irang tidak lepas dari kekuasaan sepihak atas diri Tun Irang oleh orang tuanya, lalu kekuasaan sepihak seorang laki-laki atas dirinya, memutuskan kehidupan Tun Irang tanpa memikirkan hak-haknya sebagai seorang perempuan.
Rasa sakit hati membuat Tun Irang melakukan perjanjian politik dengan menantang para upu-upu bangsawan Bugis Luwuk. Daeng Perani adek beradek nyaris tak berkedip saat melihat wajah Tun Irang yang jelita, melepak subang menyelak rambut sehingga keindahannya sebagai perempuan tergambar jelas. Tun Irang berkata “Hai anak Raja Bugis, kalau kalian sunggu berani, hapuskanlah aib kami anak beranak, adik beradik, jika kalian berhasil, kami bersedia mengabdi dan menjadi hamba pada anakanak raja Bugis, Bukan hanya menjadi hamba, menjadi penanak nasi anak-anak raja Bugis pun kami rela”
Puisi luka seorang perempuan cerminan resistensinya terhadap kekuasaan laki-laki yang saat itu bagi dirinya kata-kata tersebut hanyalah usahanya dalam mengalahkan Raja Kecik yang telah membunuh ayahnya dan menghancurkan harga dirinya sebagai perempuan. Namun dampak dari “Puisi luka” tersebut mampu menjadi sebuah peristiwa bersejarah yang membuat sejarah yang mengubah haluan sejarah dan menjadi awal dari lahirnya persemendaan Melayu Bugis yang kelak akan mengubah semua tradisi adat istiadat rumpun Melayu dalam pemerintahan dan bernegara.
Resistensi Tun Irang awalnya terhadap kekuasaan Raja Kecik, bagaimana upayanya menjatuhkan Raja Kecik dengan bantuan bangsawan Bugis, Namun resistensinya tidak berakhir saat Raja Kecik dikalahkan, Ia menyadari kesalahannya setelah beberapa kali terjadinya konflik antara keturunan Melayu dan Bugis. Perebutan kekuasaan, tikam menikam, tandatangan berbagai perjanjian politik yang akhirnya hanya merugikan kerajaan Melayu. Konflik saudara dimanfaatkan oleh Penjajah yaitu Belanda dan Inggris, lalu membagi Kerajaan berdasarkan keinginan mereka. Tun Irang, diakhir tahun-tahun kerajaan Riau, dia berhasil mewujudkan mimpinya menyingkirkan Raja Kecik, mengembalikan kekuasaan orang Melayu , membangun kembali kejayaan bekas kerajaan Johor , Pahang Riau dan Trengganu, melalui Dinasti Tun Abbas. Tun Irang mempunyai peranan penting yaitu melalui keputusan perkawinan politis anak perempuannya Raja Maimunah dengan Tun Abdul Jamal anak abangnya Tun Abbas. Perkawinan ini telah berhasil mengembalikan keturunan Tun Abdul Jalil Marhum kuala Pahang ke pentas kekuasaan puak Melayu. Upaya oposisi, upaya perlawanan, upaya pertahanan dari seorang perempuan, walau dihadang batu terjal, badai dan gelombang yang menghempas ke batu karang, namun kekuatan Tun Irang membuahkan hasil.
Sedangkan pihak Bugis, yang semula berhasil merebut kekuasaan dan menyatukan jabatan yang dipertuan besar dan yang dipertuan muda di satu tangan, namun kemenangan pihak Bugis tersebut berakhir tragis dengan dimakzulkannya Sultan Abdurahman Muazamsyah II oleh Belanda tahun 1912 dan dihapusnya kerajaan Riau Lingga dari peta administrasi Belanda.
Resistensi seorang perempuan Melayu mengakibatkan deretan panjang peristiwa sejarah kerajaan Melayu. Tidak bisa dipungkiri, kekuatan perempuan mampu mengubah jalannya sejarah!
DM. Ningsih.2019