Notice: Undefined offset: 4 in /home/u6048245/public_html/erdeka/metadata.php on line 20
Membedah Novel Megat - Rida K Liamsi
 

DISKUSI SASTRA

Membedah Novel Megat

Sastra Minggu, 26 Maret 2017
Membedah Novel Megat
Dekan FKIP UIR, Drs Alzaber MSi (kiri) menyerahkan cenderamata kepada penulis novel "Megat", Rida K Liamsi usai bedah buku, Sabtu (25/3/2017).

NOVEL Megat karya Rida K Liamsi dibedah untuk yang kedua kalinya, Sabtu (24/3). Kali ini di Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan (FKIP) Universitas Islam Riau (UIR). Ratusan mahasiswa FKIP pun memenuhi aula H Zaini Kunin, lantai 4 Gedung C. Deretan kursi tidak ada yang kosong. Penuh hingga pintu masuk.

Tentunya tidak hanya mahasiswa. Sastrawan dan penyair Riau seperti Taufik Ikram Jamil, Kazzaini KS, Mosthamir Thalib, Bambang Kariyawan, Kunni Masrohanti dan Hening Wicara, juga turut hadir. Sementara Husnu Abadi, berperan sebagai pembicara bersama yang lainnya, yakni, Prof Dr Suwardi Endraswara M Hum (guru besar Universitas Negeri Yogyakarta dan ketua umum Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia) dan Dr Sudirman Shomary MA (dosen dan wakil Dekan FKIP UIR).

Selain pemateri dan sastrawan Riau, hadir juga di tengah ruangan yang gemuruh itu, penulis novel Megat, Rida K Liamsi. Kehadiran Rida membuat suasana lebih bersemangat, membuat mahasiswa lebih antusias karena selain tahu tentang bentuk da nisi buku, mereka juga berkesempatan jumpa dengan penulisnya langsung.

‘’Novel ini saya tulis melalui proses panjang, penelusuran jejak sejarah yang lama dan menghabiskan waktu penelitian selama empat tahun. Novel ini juga ingin menunjukkan fakta-fakta sejarah yang masih saling dikalim baik oleh Indonesia atau Malaysia. Misal makam Megat Sri Rama ada di Kota Tinggi (Malaysia) atau di Gunung Bintan (Indonesia). Yang jelas inilah karya. Sudah dilempar ke pasar, silakan pembaca mempersepsikan seperti apa,’’ ungkap Rida sebelum bedah buku tersebut dimulai.

Pemaparan makalah yang panjang oleh para pemateri mengundang tanya beraneka ragam dari mahasiswa. Tidak hanya proses kreatif sang penulis, tapi juga bentuk tulisan yang mendiskripsikan secara jelas tentang kisah dan jalinan kasih sayang antara Megat Ismail dan Tengku Adinda (tokoh dalam novel). Buku itu juga memunculkan berbagai tafsir dari mahasiswa bahkan pembicara sendiri.

Rida jugaK Liamsi, yang mengikuti acara tersebut sejak awal hingga akhir, turut memberikan pencerahan tentang pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan mahasiswa. Disebutkan Rida, novel Megat tersebut ditulis untuk mencoba membantu menuliskan sejarah bagaimana menafsirkan ulang filsafat hidup orang Melayu pada zaman dahulu. Selain itu, melalui novel tersebut penulis ingin mencoba mencari solusi untuk menyatukan Indonesia dan Malaysia kembali yang terkenal dengan serumpun Melayu.

‘’Menyatukan bukan berarti dalam naskah-naskah politik, namun melalui karya-karya sastra Melayu. Menurut saya, tulisan ini adalah sebuah pelajaran yang menarik yang bisa digali bersama-sama,’’ sebutnya.

Kesempatan itu juga dimanfaatkan Rida untuk berbagi mengenai bagaimana menulis karya fiksi yang baik. Menurutnya, cara yang paling baik menulis fiksi adalah dengan menulis apa yang paling dekat dengan penulis.

 ‘’Semakin dekat karya fiksi yang kita tulis dengan kita, maka tulisan kita akan semakin detail. Selain itu, kita juga akan lebih mudah untuk menulisnya dan membawa imajinasi pembaca juga semakin mudah,’’ ujarnya.

Prof Dr Suwardi Endraswara M Hum, guru besar Universitas Negeri Yogyakarta dan ketua umum Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia selaku pemateri menyebutkan, novel Megat sangat menggairahkan. Selalu ada kejutan. Bahkan di sebagian diwarnai dengan erotisme sebuah karya sastra. Baginya, erotis itu bukanlah porno.

‘’Karena erotis itulah sastra, sedang tafsirlah yang bermain. Pembaca silakan menafsirkan lebih. Imajinya boleh melebihi imaji pengarangnya. Itulah tafsir,’’ beber Suwardi. Bahkan Suwardi tidak segan menyebut kata-kata tabu seperti pentil yang ditulis dan diungkapkan secara gamblang oleh penulisnya.

Dosen Fakultas Hukum UIR, yang juga budayawan Riau, Husnu Abadi mengatakan, karya-karya sastra yang ditulis sastrawan Riau telah banyak menjadi sumber penelitian tugas akhir mahasiswa. Novel Megat juga sangat bisa dan sah secara akademis. Namun tentunya karena skripsi adalah merupakan karya ilmiah, tentunya penyusunan skripsi tersebut harus disusun dengan metodologi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

‘’Untuk itu, saya mengimbau para mahasiswa khususnya jurusan bahasa agar dapat menjadikan sebagian  karya sastrawan Riau sebagai objek penelitian,’’ ujar Husnu.

Diharapkan Husnu, kegiatan bedah buku seperti ini dapat dilakukan secara rutin, tidak harus dilakukan dengan secara besar-besaran atau mengundang pemateri dari luar daerah atau menggunakan ruang yang besar, namun juga bisa diajukan dengan kelompok-kelompok kecil.

‘’Bisa juga dilakukan di tingkat kelas dengan 15 atau 20 mahasiswa, dengan mendatangkan penulisnya dan melakukan diskusi lebih terbuka dan santai. Tidak perlu harus membuat acara seremonial yang besar,’’ katanya lagi. (sol/kun)