DM Ningsih

Catatan kecil: Selak Bidai Lepak Subang Tun Irang karya Rida K.Liamsi

Sastra Kamis, 25 Juli 2019
Catatan kecil: Selak Bidai Lepak Subang Tun Irang karya Rida K.Liamsi

Wak Jamal dan aku saling berdebat petang itu soal Tengku Kamariah dan Tun Irang. Perdebatan kami sangat sengit, aku sangat bersimpati dengan Tun Irang, seorang perempuan yang dikhianati dan dipermalukan oleh seorang lelaki penguasa yang begitu egois karena cinta. Lelaki itu bernama Raja Kecik. Raja Kecik yang memutuskan pertunangannya  dan menikahi adik kandungnya. Lelaki yang menjatuhkan martabatnya sebagai perempuan dan lelaki itu juga yang telah membunuh ayahnya. Dendam membara di hati Tun Irang membuatnya berani mengambil resiko besar bersekutu dengan bugis seperti yang ia ucapkan sbb : "Hai anak Raja Bugis, kalau kalian sungguh berani, hapuskanlah aib kami anak-beranak, adik beradik. Jika kalian berhasil, kami besedia mengabdi dan menjadi hamba anak-anak Raja Bugis, bukan hanya menjadi hamba menjadi penanak nasi anak Raja Bugis pun kami rela".

Saat itu Tun Irang tidak lagi memikirkan dampak lain selain keinginanya menghancurkan Raja Kecik. Daeng Perani adik beradik terkesima ketika melihat wajah jelita Tun Irang seorang perempuan yang semampai sedang berduka, terluka, melepak subang menyelak rambut sehingga keindahannya sebagai seorang perempuan tergambar jelas.


Sikap Tun Irang menjadi sebuah peristiwa bersejarah yang membuat sejarah yang mengubah haluan sejarah dan menjadi awal dari lahirnya persemendaan Melayu Bugis yang kelak akan mengubah semua tradisi adat istiadat rumpun Melayu dalam pemerintahan dan bernegara.

Aku bersimpati dan cukup kagum dengan sikap Tun Irang yang tidak lemah sebagai perempuan. Terkadang perempuan hanya bisa menangisi nasib, tidak ada perlawanan, takut untuk melangkah. sangat berbeda dengan Tun Irang, dia adalah wanita yang penuh keberanian, ambisi dan tekad yang kuat. Tun Irang tidak menyerah pada keadaan, melainkan selalu mencari jalan untuk mewujudkan keinginannya.

Namun Wak Leman sangat berbeda pendapatnya denganku, dia tidak menyukai Tun Irang, dia menganggap sikap Tun Irang yang terburu-buru menyerahkan dirinya pada Bugis, sangat mencerminkan sikap sebagai perempuan yang mudah terperangkap emosi. Tidak berpikir jernih. aku tertawa, berpikir jernih? Manusia mana bisa berpikir jernih saat marwahnya sebagai perempuan di hancurkan, saat ayahnya dibunuh?

Perdebatan kami ini terjadi sesaat setelah kami membaca novel Datok Rida K.Liamsi berjudul Selak Bidai Lepak Subang Tun Irang. Aku dan Wak Leman awalnya bingung, cerita apa ni ya? Ternyata setelah kami membaca, kami mendapatkan pengetahuan sejarah yang tidak menggurui, mengalir apa adanya dan akhirnya menimbulkan perdebatan di petang ini. Datok Rida K Liamsi bertutur melalui surat-suratnya kepada seorang yang bernama Mur, narasi yang panjang tentang sejarah kerajaan Melayu tergambar jelas dan rinci yang diambil dari berbagai sumber dan observasinya yang sangat jeli. Kita seakan dibawa ke ruang masa lalu dan kembali melompat ke masa kini. Banyak catatan-catatan sejarah dari berbagai sumber salah satunya Tuhfat Al Nafis, sejarah Kerajaan Siak,  dll. Melalui luka Tun Irang, penulis membawa kita berkelana dari setiap perjalan waktu yang terjadi pada masa lalu, terjadinya perkawinan politik paling bersejarah yang kelak menentukan arah perjalanan sejarah kerajaan Melayu.

"Bagiku, Tengku Kamariah yang the best, dia perempuan sejati, mampu menyembunyikan perasaannya agar kedamaian itu datang. Tun Irang mengobarkan api sedang Tengku Kamariah yang mendinginkannya"

"Tetapi Wak, saya tak setuju! bagi saya sebagai seorang adik, dia harus punya sikap membela kakaknya, menjaga marwah keluarganya terutama kakaknya"

"Sikapnya menerima Raja keciklah yang sebenarnya menyelamatkan keluarganya, kau tahu, jika mendurhaka Raja, hukuman mati yang akan diterima ayahandanya, namun Tun Irang tak menyadari itu, malah mengobarkan api dendam sehingga mengakibatkan perang dan terbunuhnya ayahnya"

"Tengku Kamariah mencintai lelaki yang telah membunuh ayahnya saat ayahnya sedang sholat, bagaimana seorang perempuan bisa hidup dengan lelaki seperti itu"

"Itulah hebatnya Tengku Kamaraiah, jika dia melawan, bukan saja dia akan kehilangan ayahnya, ia juga akan kehilangan seluruh keluarganya, biarlah ia berkorban perasaan demi keluarganya."

"Wak terlalu memandang pada perasaan bukan logika, logika, Tun Irang cerminan perempuan masa kini yang siap berjuang untuk kehidupan, setinggi apapun penghalang, bakal ia lalui dengan penuh keberanian."

"Tengku Kamariah sebetulnya perempuan masa kini yang mampu menyembunyikan perasaannnya, tidak mendahulukan emosi, penuh damai dan cinta dalam setiap penyelesaian masalah"

"Woiii…apo miko debatkaan ni"

Kami tersentak, eiii….Yung Jasman

"Sengit betul debat mike ni, siapo tu Tun Irang dan Tengku Kamariah tu? Kalau aku tak salah due perempuan tu anaknye Sultan Abdul Jalil ye kan? Hebat mike, cerite sejarah lak sekarang, biasenye mike debat soalan kampret atau cebong"

"Iye  Yung, aku lepas bace novel Selak Bidai Lepak Subang Tun Irang ni, aku dapat ilham Yung,sebuah puisi tentang seorang perempuan yang berhati lembut, hah..pas aku nulis puisi, budak ni datang, dan cakap die lebih kagum same Tun Irang yang emosian tuh"

"Bukan emosian, Tun Irang wajar saja bersikap begitu, dia cerminan sikap resistensi orang Melayu. begitu seharusnya orang Melayu, jangan diam jika diinjak marwahnya, jangan diam jika tanah dan buminya dirusak, jangan diam jika…"

"Aihhh!! Sudahlah, tak berhenti berteking mike ni ha! ekhm…Novel Sejarah ni ye, karya Datuk Rida K.Liamsi, ooo….yang menulis Bulang cahaya yo? Mantap ni, pinjam aku"

"Sedap hati dikau minjam, belilah, bukan mahal, cuma 100 ribu je pun, kite orang kampung untuk beli buku tak de yang mahal, murah semue, apalagi buku sastra, apalagi novel ini, sangat tepat untuk bahan pembelajaran bagi anak-anak kite tentang sejarah  Melayu, kite yang tue saje banyak yang tak tahu soal sejarah kerajaan Melayu apa tah lagi anak-anak kite"

"Betul Wak, aku setuju kalau itu kate Wak, biase kite belajar sejarah, tau mengantuk je, tapi kalau baca novel ni, jamin celik mate tu sampai tamat, dapat ilmu hidup makin mantap"

Yung Jasman menggaruk kepalanya “ iye pulak ye, jadi  akhir cerite novel ape ni?”

Aku dan Wak Leman saling pandang

"Kami belum bace sampai akhir, baru tengahnye aje" kataku sambil tersenyum.

"Ng…alah miko ni, debat..macam ke iye tapi bace belum tamat"



DM Ningsih 2019