Minggu, 08 Desember 2024
Ditulisnya Novel Lanun Alang Tiga oleh seorang Budayawan Datuk Rida K Liamsi tentu saja bukan untuk tujuan popularitas. Sebaliknya, novel tersebut sarat dengan misi dan pesan bagi banyak pihak. Ada misi besar yang terkandung dalam novel Lanun Alang Tiga itu. Misi mendasar yang dapat mengubah pandangan suatu suatu bangsa terhadap bangsa itu sendiri dan pandangan bangsa lain di dunia.
Misi besar itu adalah upaya meluruskan pemahaman sejarah dalam hal ini pemahaman tentang “lanun”. Apa dan siapa lanun ini sebenarnya? Sebagaimana digambarkan oleh Warren (2007), orang Inggris menyebut bangsa Iranun atau Illanun sebagai “Bajak Laut dari Sulu” dan orang Belanda menyebut sebagai “ras yang keji”. Lebih jauh lagi, lanun digambarkan merompak kapal-kapal pribumi dan asing yang melintasi perairan di sepanjang Melayu. Namun fakta lain dalam sejarah menyebutkan bahwa lanun adalah pejuang (Islam) yang turut serta membela kesultanan Riau dan kerajaan-kerajaan lain terutama di pesisir timur sumatera. Fakta lain menyebutkan tentang keperkasaan Iranun dalam rangka jihad fi sabilillah itu telah disingkap oleh Raja Ali Haji dalam Tuhfat Al Nafis yang ditulis 1865 (telah diterjemah ke dalam bahasa Inggris terbit tahun 1982), seperti yang digambarkan kembali oleh penulis dalam novel sejarahnya Lanun Alang Tiga. Perbedaan tersebut setidaknya dapat membawa kita kepada suatu pemikiran adanya perbedaan pemahaman sejarah yang kuat terhadap “lanun” dalam perspektif barat dan lokal (kesultanan Melayu).
Kita dapat memahami apa yang terjadi di masa itu dapat saja berangkat dari ambisi- ambisi kekuatan kolonial yang melakukan tindakan tak wajar sebagai pendatang terhadap orang-orang pribumi di wilayah nusantara. Sama halnya dengan kegiatan Iranun di wilayah perairan yang pada awalnya berkaitan dengan perekonomian berkembang menjadi perlawanan perang gerilya di. atas laut. Pada hakikatnya tindakan yang di lakukan sebagai upaya mempertahankan kedaulatan, hak dan martabatnya. Suku Iranun berupaya membangun persaudaraan, solidaritas sesama ras melayu sekaligus untuk kebutuhan ekonomi bangsa mereka. Suku Iranun membantu dan bersatu dengan pihak-pihak kerajaan di sepanjang jazirah melayu untuk mempertahankan wilayah kekuasaan mereka. Lebih kuat lagi bahwa suku Iranun yang beragama Islam wajib hukumnya berjihad melawan penjajahan. Maka label “bajak laut dari Zulu” dan “ras yang keji” dan semisalnya yang disematkan penjajah tiadalah benar adanya.
Namun, ada pula kemungkinan lain terkait dengan perubahan makna dalam kajian bahasa yakni makna positif menjadi negatif (Peyorasi). Kata lanun diartikan sebagai perompak (bajak laut). padahal “lanun” yang di serap dari bahasa arab memiliki arti seorang pahlawan perempuan atau mujahidah. Mungkin dapat dianalogikan dengan nasib Kapten Borbosa dalam film Pirates of Caribean yang sebenarnya seorang pelaut muslim yang ulung dan selalu berhasil melumpuhkan armada laut Eropa. Namun, diubah dari seorang pahlawan menjadi penjahat.
Misi pelurusan pemahaman sejarah ini dikatakan misi besar karena pada hakikatnya berkaitan erat dengan pembentukan serta keberlangsungan jati diri atau identitas suatu bangsa. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki bentuk-bentuk khusus yang menjadi ciri khas bangsanya. Semua bentuk-bentuk identitas tersebut tentu tidak dimiliki oleh negara lain. Setiap negara memiliki bentuk dan historis di dalamnya yang menjadi pembeda dengan negara lainnya. Identitas nasional itu nantinya meliputi, adat istiadat, agama, berbagai suku, kebudayaan daerah dan sebagainya. Namun sebelum itu terbentuk, ada identitas daerah atau etnis yang dimiliki suku-suku di setiap daerah.
Identitas dibagi menjadi dua jenis yaitu identitas primer dan identitas sekunder. Identitas primer atau identitas etnis ini yang nantinya menjadi dasar terbentuknya identitas sekunder atau identitas nasional. Mengapa demikian, karena identitas etnis lebih dulu ada sementara identitas nasional dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga negara sebagai identitas setelah terbentuknya negara. Seorang yang berasal dari suku Melayu misalnya mestilah terlebih dahulu memahami identitasnya sebagai orang Melayu dengan benar termasuk peristiwa sejarah yang terjadi di ruang lingkup Melayu kemudian memahami dan menempatkan dirinya berdampingan denga identitas nasional sebagai warga negara Indonesia serta memahami pula identitas nasional serta peristiwa sejarah yang bersifat nasional. Hal ini penting karena identitas-identitas tersebut sifatnya saling mendukung satu dan lainnya.
Selanjutnya, pelurusan sejarah memainkan peran penting dalam membantu masyarakat memahami peristiwa terkini. Dengan menyediakan konteks historis, masyarakat dapat menginterpretasikan perubahan sosial, politik, dan ekonomi dengan lebih baik, memperdalam wawasan mereka terhadap dinamika zaman. Pelurusan pemahaman sejarah tersebut juga membantu kita dalam memahami apa yang melatarbelakangi suatu peristiwa yang terjadi saat ini. Peristiwa yang terjadi saat ini tidak begitu saja lepas dari apa yang terjadi di masa lalu. Perjanjian Pangkor misalnya yang ditanda tangani pada 20 Januari tahun 1874 oleh Raja Muda Abdullah yang berkuasa di kesultanan Perak dengan pihak Inggris. Perjanjian itulah yang kemudian membuka campur tangan Inggris dalam urusan negeri Melayu. Perjanjian itu disinyalir baru berakhir pada 20 Januari 2024 artinya selama hampir 150 tahun lamanya Inggris campur tangan urusan dalam negeri Melayu. Demikian pula pemahaman sejarah tentang hubungan Melayu – Bugis yang berkembang di masyarakat lokal di wilayah Riau dan Kepulauan Riau. Masyarakat Kepulauan Riau menganggap Bugis sebagai saudara setia mereka dengan adanya sumpah setia leluhur mereka. Berbeda halnya dengan masyarakat melayu di wilayah Siak, yang justru tidak baik dengan Bugis sejak Raja Kecik berkuasa di Kerajaan Siak. Hal itu tentu saja ada latar belakang sejarah yang mesti dipahami oleh generasi kini.
Pelurusan sejarah lokal dan nasional berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam memastikan kebenaran fakta sejarah. Penelitian sejarah yang mendalam memberikan kontribusi pada pemahaman manusia tentang masa lalu, menciptakan landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk bidang seperti arkeologi dan antropologi. Informasi yang diperoleh dari sejarah masa lalu sangat bermakna bagi perkembangan masa kini. Misalnya saja dalam peristiwa penyerangan yang dilakukan pasukan Iranun terhadap belanda di perairan Riau tersebut. Dengan mengkaji fakta sejarah maka dapat terungkap teknologi perahu Penjajap yang digunakan oleh suku Iranun pada saat itu. Bagaimana taktik perang gerilya yang mereka lakukan di laut dapat mengacaukan pertahanan armada belanda yang bersenjata lebih modern itu pun dapat terungkap melalui fakta sejarah yang benar. Pada akhirnya pemahaman yang akurat terhadap sejarah, warisan budaya, nilai dan perjuangan tersebut turut memberikan andil besar guna membentuk identitas nasional dan menginspirasi generasi penerus.
Misi pelurusan sejarah selanjutnya berperan dalam membentuk perubahan sosial. Dengan memahami sejarah yang benar, masyarakat dapat mengidentifikasi akar permasalahan, memperkuat nilai-nilai positif, dan meresapi pembelajaran dari masa lalu. Sejarah yang disajikan secara kuat dapat menjadi landasan untuk perubahan sosial yang lebih baik, memupuk rasa solidaritas dan mendorong pemahaman antar kelompok dalam masyarakat. Dengan menelusuri perjalanan perubahan sosial, masyarakat dapat mengembangkan apresiasi terhadap perjuangan, pencapaian, dan kontribusi terhadap kesejahteraan sosial.
Berikutnya, pelurusan sejarah juga memiliki dampak global melalui peningkatan hubungan antar bangsa serumpun. Dengan membangun pemahaman bersama melalui sejarah yang diakui bersama, dapat diperkuat hubungan budaya dan politik antara bangsa-bangsa serumpun. Dengan pelurusan pemahaman sejarah tersebut, hubungan bangsa-bangsa melayu khususnya menjadi semakin kuat. Dari sejarah kita dapat memahami bagaimana kesultanan – kesultanan di berbagai wilayah tersebut saling membantu menghadapi penjajah sebagai musuh bersama. Bahkan tidak hanya sesama bangsa melayu, seperti kita ketahui bugis-makassar pun turut andil dalam perjuangan di wilayah kesultanan Riau. Sementara di Mataram, Bangsawan Bugis Wajo di pimpin Karaeng Galesong bekerjasama dengan Trunojoyo dalam menentang hegemoni Kerajaan Mataram dibawah pemerintahan Amangkurat I yang di bantu belanda dan Arung Pallaka dari Bone. Inilah juga yang mendasari perbedaan pemahaman orang Bugis Wajo dan Bone serta ratyak Madura terhadap sosok Bugis. Mestinya kemudian kita menyadari bahwa solidaritas di nusantara khususnya melayu di kawasan rantau melayu sudah terbangun sejak lama, Melayu Mindanao, Melayu Pattani, Melayu Johor, Melayu Trengganu, Melayu Tumasik, Melayu Riau, Melayu Kepulauan Riau, serta Melayu Melaka semuanya adalah serumpun sejak dahulu kala.
Terakhir, dalam konteks pelurusan sejarah lokal, kepedulian terhadap sejarah Melayu di Riau misalnya haruslah melibatkan usaha untuk mengkaji dan menyajikan fakta sejarah dengan tepat. Hal tersebut mencakup memastikan bahwa narasi sejarah yang dipublikasikan mencerminkan kontribusi masyarakat melayu secara akurat. Lebih lanjut, pelurusan sejarah lokal dapat membantu menghilangkan distorsi sejarah serta mendorong adanya “pengakuan” terhadap peran masyarakat melayu dalam perkembangan sejarah. Bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang yang senantiasa melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan. Dari ujung barat hingga ujung timur, tidak satupun wilayah Indonesia yang tak tersentuh api perjuangan. Jika disebutkan bahwa bangsa ini dijajah oleh belanda selama 350 tahun itu bukanlah sebenarnya bangsa ini takluk. Karena selama itu pula perlawanan terus berlangsung hingga masuknya jepang pun perlawanan tersebut terus berkobar hingga kemerdekaan diraih dengan perjuangan, bukan hadiah dari Belanda ataupun Jepang. Perjuangan heroik di seluruh penjuru nusantara seperti dalam perang Aceh (1873-1912), Perang Riau ( Pertenganan abad 17 hingga abad 18) puncak perlawana pada tahun 1784 – 1787), Perang Jawa (1825-1830 M), Perang Banjar (1859-1906), Perang Makassar (1666 -1669 M), Perang Ternate (1550 -1588) dalam perang ternate ketika Sultan Baabullah memimpin peperangan melawan Portugis, beliau merangkul berbagai kekuatan termasuk kesultanan Melayu di Sumatera. Kekuatan besar tersebut berhasil menghancurkan pasukan portugis tahun 1575. Pemahaman sejarah seperti ini dapat memperkuat kesadaran akan nilai-nilai budaya lokal dan mendorong upaya pelestarian warisan sejarah tersebut. Pelurusan sejarah dapat pula menjadi upaya untuk menggugah semua kalangan untuk peduli dengan sejarah bangsa terutama tamadun melayu yang sejarah dan keberadaannya seakan ingin dihapus dari sejarah. Dengan demikian, kepedulian terhadap sejarah lokal dapat menjadi landasan kokoh untuk memahami identitas dan warisan budaya khususnya masyarakat di Riau
Penutup
Novel sejarah “Lanun Alang Tiga” karya Datuk Rida K Liamsi tidak hanya merupakan sebuah karya sastra, tetapi juga membawa misi besar untuk meluruskan pandangan sejarah terhadap lanun atau bajak laut dalam konteks Melayu. Penulis berhasil menggambarkan bahwa lanun bukanlah sekadar perompak, melainkan pejuang mujahidin yang melawan penjajahan yang datang dari Belanda, Inggris, Spanyol, dan Portugis. Misi besar novel ini mencakup pelurusan pemahaman sejarah yang membantu membangun identitas nasional Melayu, menghadirkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap perubahan sosial, dan memperkuat hubungan global antar bangsa serumpun. Melalui kisah Lanun Alang Tiga, pembaca diajak untuk menilai ulang label negatif yang diberikan kepada lanun, sehingga terbentuk solidaritas Melayu yang kuat di kawasan rantau Melayu seperti dalam ujaran kalimat “Tuah sakti hamba negeri esa hilang dua terbilang. Patah tumbuh hilang berganti, Tak kan Melayu hilang di bumi.”
Dengan mengupas sejarah lanun sebagai pejuang, penulis berhasil membuka cakrawala pemikiran terhadap makna sesungguhnya dari kata “lanun”. Misi besar ini terbukti melalui beragam aspek yang memberikan dampak besar pada pembangunan masyarakat, yaitu pemahaman identitas nasional, interpretasi peristiwa terkini, pengembangan ilmu pengetahuan, apresiasi terhadap perubahan sosial, penguatan hubungan antar bangsa serumpun, dan kepedulian terhadap sejarah lokal. Sebagai hasilnya, novel ini menginspirasi pembaca untuk lebih cerdas, inklusif, dan berkelanjutan dengan menghargai keragaman budaya serta membangun landasan yang kokoh bagi pemahaman sejarah yang lebih benar dan menyeluruh untuk bangsa yang besar ini. “Jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah” (Jasmerah) demikian pesan Bung Karno pada pidatonya 17 Agustus 1966 silam. Sejarah ibarat kaca benggala besar bagi bangsa ini untuk merumuskan dan menentukan sikap hari ini sekaligus menata cita untuk masa depan. Namun ungkapan tersebut mesti pula dipahami dengan “Jangan sekali-kali membelokkan sejarah” agar sejarah bangsa ini benar-benar menjadi landasan kokoh jati diri bangsa.
Daftar Rujukan
Abrus, Rustam S. (1998). Sejarah Perjuangan Panglima Reteh Tengku Sulung Melawan Belanda Tahun 1858 Penulisan dan Penyusunan Sejarah Perjuangan Panglima Besar Reteh Tengku Sulung Tingkat I Riau. Unri Press. Di digitalkan 2008.
Ahmad, A Samad. (1979). Sulalatus Salatin : Sejarah Melayu. Dewan Bahasa dan Pustaka.Kuala Lumpur, Malaysia.
Aswandi, Syahri. (2018). Keringkasan Sejarah Melayu (Sebuah Histriografi Riau-LIngga Karya Tengku Muhamamad Saleh Tahun 1930). Jantungmelayu.co. Diakses 20 Januari 2024 Pukul 13.03 WIB
Haji, Raja Ali. (1865). Tuhfat Al Nafis. (Matheson, Virginia & Andaya, B Watson. Penerjemah).
Oxford University Press
Liamsi, Rida K. (2021). Novel Sejarah dan Permasalahannya. Berita Kepri. Di akses 20 Januari 2024 . Pukul 13.00 WIB
Liamsi, Rida K. (2023). Lanun Alang Tiga ( Sebuah Novel Sejarah). Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga
Warren, James Francis. (2007), The Sulu Zone, 1768-1898: The Dynamics of External Trade, Slavery, and Ethnicity in the Transformation of a Southeast Asian Maritime State. (Second Edition).NUS Press. Singapore.
Zam, Attayaya. (2022). Sejarah Suku Iranun di Indragiri Hilir Riau, Sang Penguasa Laut Timur. Riau Magazine.com. Di akses 20 Januari 2024 pukul 13.10 WIB
Situs :
https://bch.bangsamoro.gov.ph/bangsamoro-cultural-heritage/bangsamoro-tribes-muslim/iranun/. Bangsa Moro Commission for the Preservation of Culture Heritage (Bangsa Moro Autonomous Region in Muslim Mindanao).
https://selingga.com/melalui-novel-sejarah-lanun-alang-tiga-miliknya-ada-misi-besar-dari-rida-k-liamsi/ di akses 27 Januari 2024 pukul 3.55 WIB