Selasa, 08 Oktober 2024
Sebagaimana kita ketahui bersama, minat baca masyarakat kita rendah. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga sekalipun. Beberapa survei mutakhir berkesimpulan bahwa masyarakat kita saat ini lebih gemar menghabiskan waktu dengan menikmati hiburan dengan menonton televisi. Sementara anak-anak muda sedang larut dalam fitur-fitur canggih dalam telepon pintar. Dan buku menjadi benda asing, sementara perangkat virtual lebih menarik dan tak membuat pusing.
Di kala minat baca masyarakat begitu rendahnya, apa yang bisa kita lakukan? Kehidupan sudah sedemikian cepat berkembang. Orang-orang sudah terlanjur larut dalam buaian kemudahan. Bukan hal mudah mengajak orang untuk mulai membudayakan membaca. Ketika orang-orang dewasa sudah sedemikian jauhnya dengan laku membaca, sudah sedekian asingnya dengan buku, maka, mendekati anak-anak adalah cara jitu.
Anak-anak, bagaimanapun, adalah harapan. Mereka tumpuan masa depan. Mau dibawa ke mana masa depan kehidupan kelak, ada di tangan generasi muda, atau anak-anak kita saat ini. Terkait minat baca, anak-anak adalah pihak yang tepat dan strategis untuk dibiasakan agar gemar membaca. Sebab jika sejak kecil sudah gemar membaca, maka dalam perjalannya sampai dewasa, ia akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi berwawasan luas dan mampu menjawab tantangan kehidupan.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kita membiasakan anak agar gemar membaca? Pertanyaan tersebut tentu menimbulkan beragam jawaban. Seseorang bisa melakukan apa saja untuk anaknya, paling tidak sesuai posisinya. Orang tua, bisa melakukan berbagai hal untuk anaknya. Mulai dari menyediakan bacaan di rumah, membiasakan pergi ke toko buku dan membeli buku, dan yang paling utama, memberi contoh langsung dengan menjadi orang tua yang gemar membaca.
Seorang guru, melalui fungsinya sebagai pengajar dan pendidik, bisa memacu minat baca murid-muridnya di sekolah. Interaksi di kelas dan lingkungan sekolah, bisa dimanfaatkan untuk memantik gairah dan semangat murid agar gemar membaca. Perpustakaan sekolah, menjadi media penting dalam hal ini. Tinggal bagaimana, guru mampu membangun budaya membaca di lingkungan sekolah tersebut.
Orang tua dan guru menjadi pihak yang berperan strategis dalam menanamkan dan membangun kesadaran pentingnya membaca pada anak. Melalui perannya masing-masing, serta ketersediaan media, hal itu bisa mereka lakukan tanpa banyak rintangan. Namun, apa yang ada dalam benak kita ketika membaca sebuah berita tentang seseorang yang berkeliling dari sekolah ke sekolah, untuk menawarkan buku pada anak-anak?
Adalah Ridwan Sururi, seorang perawat kuda berusia 42 tahun dari Desa Serang Karangreja Purbalingga Jawa Tengah. Ia adalah model. Contoh seseorang yang memiliki kepedulian pada masa depan anak-anak dan mewujudkan kepedulian tersebut dengan caranya sendiri. Ia bergerak. Melakukan apa yang bisa ia lakukan untuk memberi manfaat pada orang sekitar.
Seekor kuda poni, yang biasa disewakan pada wisatawan Lembah Asri Wisata Desa Serang, di tangan Ridwan Sururi disulap menjadi perpustakaan kelilling bernama “Kuda Pustaka”. Dua rak kayu yang penuh dengan buku, diletakkan di punggung sang kuda bernama Luna. Dengan niat memberikan kemudahan akses bacaan pada anak-anak, Ridwan Sururi bertandang ke sekolah dan TPQ di pagi dan sore hari (SM,13/3).
Bergerak
Niat Ridwan Sururi sederhana, namun mulia; agar banyak anak yang gemar membaca. Niat itu sudah cukup meneguhkan hatinya untuk bergerak, menghampiri anak-anak di sekolah-sekolah. Ridwan Sururi menyadari, dibutuhkan pemantik, atau stimulus untuk anak-anak agar mulai menyukai membaca. Dan yang harus melakukannya, tidak lain adalah kita, orang dewasa di sekitar anak-anak tersebut.
Kesadaran tersebut terlihat dari keteguhannya menghampiri langsung anak-anak di sekolah dan menyediakan bacaan bagi mereka di kala jam istirahat pelajaran tiba. Terlepas dari ide dan buku-buku tersebut berasal dari temannya, namun apa sudah ia lakukan menjadi bukti kesadaran akan pentingnya sebuah gerakan. Tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut, bahkan jarang. Orang-orang seperti Ridwan Sururi adalah tokoh-tokoh penggerak literasi di lapangan, tanpa motif keuntungan dan penghargaan. Ia mewujudkan kepeduliannya dengan melakukan apa yang bisa ia lakukan.
Di luar sana, banyak orang-orang seperti Ridwan Sururi yang mungkin belum terendus oleh media. Mereka melakukan dengan berbagai macam cara. Mulai dari membuat perpustakaan di rumah sendiri, sampai yang berkeliling menawarkan buku bacaan pada publik. Mereka bergerak, berupaya, tanpa mengharapkan imbalan.
Dalam masyarakat yang kering budaya baca seperti sekarang, orang-orang seperti Ridwan Sururi ibarat pelita di tengah kegelapan. Mereka datang dengan membawa sinar harapan. Harapan yang diupayakan dengan menyediakan bacaan bagi anak-anak. Sebuah langkah sederhana, namun sungguh nyata dan bermakna. Kisah tentang Ridwan Sururi adalah inspirasi bagi kita bersama. Bahwa setiap orang punya cara untuk bisa bermanfaat bagi orang-orang sekitarnya. Tinggal kita mau bergerak melakukannya atau tidak, itu bergantung pada diri kita masing-masing. ***
Al Mahfud, pembaca media, bergiat di Paradigma Institute Kudus. Menulis esai, feature, dan resensi buku yang dimuat di berbagai media.
Seperti Suara Merdeka, Wawasan, Solopos, Joglosemar, Radar Surabaya, Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Tribun Jateng, Koran Jakarta, Lampung Post, Padang Ekspres, Analisa, Riau Pos, Analisa Medan, dll.