Komunikasi Etnik Melayu Dalam Novel Lanun Alang Tiga Rida K. Liamsi, Sebuah Analisis Ilmiah: Catatan

Sastra Senin, 18 Maret 2024
Komunikasi Etnik Melayu Dalam Novel Lanun Alang Tiga Rida K. Liamsi, Sebuah Analisis Ilmiah: Catatan
Microsoft AI Creator

Etnografi dalam komunikasi memiliki peran untuk mengkonstruksi pola komunikasi yang khas dari suatu etnis termasuk Melayu. Bentuk dari penjagaan, konservasi, dan penerusan nafas kehidupan Melayu yang lebih panjang adalah melalui komunikasi. Budaya yang dikomunikasikan, sekaligus pola komunikasi itu sendiri sebagai budaya. Dalam perspektif ini, novel Lanun Alang Tiga karya sastrawan masyhur Melayu Datok Rida K.Liamsi menjadi salah satu media teks tertulis yang kaya dengan kajian-kajian komunikasi etnik Melayu.

Perbincangan yang holistik tentang Melayu di Indragiri dan beberapa daerah lainnya baik di dalam maupun luar negeri menjadi topik penting dalam novel ini dan dapat dianalisis dari perspektif komunikasi budaya. Etnik Melayu sebagai etnik kebanggaan memiliki ketinggian adat dan tradisi. Dari mulai adat yang sebenar adat, adat yang diadatkan, adat yang teradatkan, dan adat istiadat. Sejarah Melayu Sulalatus Salatin memesankan, ‘Barangsiapa hamba Melayu derhaka, mengubahkan janjinya dengan rajanya dibalikkan Allah Ta’ala bumbungan rumahnya ke bawah, kaki tiang ke atas. Jikalau Raja Melayu mengubah janjinya dengan hamba Melayu, dibinasakan Allah Ta’ala negerinya dan tahta kerajaannya.’

Analisis Komunikasi Etnik Melayu
Lasswell, H.D. (1948) menyebutkan cara mudah untuk menggambarkan suatu tindakan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan siapa, mengatakan apa, di saluran mana, kepada siapa, dan apa pengaruh yang terjadi. Komunikasi bisa didefinisikan dengan menjawab kelima unsur tersebut. Di dalam sebuah proses komunikasi, seorang komunikator adalah pihak yang memulai tindakan komunikasi. Ia akan mengatakan ‘apa’ dan mereka yang menyaksikan atau terlibat dalam penerimaan ‘apa’ tersebut akan mendapatkan informasi melalui sebuah saluran media. Selanjutnya informasi yang disampaikan tersebut apakah ada dampaknya bagi khalayak atau tidak akan bisa dilakukan analisis efek komunikasi.

Novel Lanun Alang Tiga merupakan bentuk komunikasi etnik Melayu yang dapat dikaji secara utuh berdasarkan unsur-unsur komunikasi dalam model Lasswell. Unsur komunikasi menurul Lasswell meliputi komunikator, komunikan, pesan, saluran atau media hingga efek dari proses komunikasi tersebut. Artikel ini akan menganalisis novel Lanun Alang Tiga berdasarkan unsur-unsur tersebut.

Pengarang Sebagai Komunikator Budaya
Membaca dialog-dialog dalam novel Lanun Alang Tiga membuat pembaca mampu membayangkan kepiawaian penulis yang hadir sebagai komunikator pesan budaya dalam teks yang disajikan. Pembaca yang telah mengenal pribadi dan sosok penulis dapat melihat kehadiran penulis dengan kecerdasan dan pengetahuan seutuhnya dalam setiap narasi dan dialog yang dibangun. Sebagai komunikator pesan kemelayuan, pengarang terbilang sukses dengan karakter yang khas seorang ‘Datok Rida K. Liamsi.’

Jika pembaca menyimak karya-karya besar novel sejarah Rida K. Liamsi, seperti Bulang CahayaMegat,  dan Selak Bidai Lepak Subang Tun Irang, maka pembaca akan menemukan karakter khas kehadiran tokoh-tokoh dalam novel yang digarap. Kemampuan menyajikan informasi yang lengkap dan detail dalam paduan alur cerita fiksi membuat karya-karya Rida K. Liamsi bukan hanya sebagai referensi bagi mereka yang mencari estetika batin melalui karya fiksi, tetapi karya tersebut juga dapat menjadi rujukan referensi penulisan karya-karya populer atau ilmiah.

Dalam novel Lanun Alang Tiga pada bab-bab pertama misalnya, kehadiran tokoh Prof. Kazai dan Mustam cukup merepresentasikan kehadiran penulis sebagai komunikator budaya yang andal dengan pemahaman mendalam tentang sejarah Melayu. Sedangkan Nadin hadir sebagai representasi sosok pengarang sebagai jurnalis pemikir yang kritis. Beberapa dialog berikut menunjukkan kemampuan penulis sebagai komunikator budaya yang cerdas dan memahami etnik Melayu seutuhnya.

“Orang Melayu asli Indragiri, jadi apa?” Tanya Nadin.
“Mereka jadi pegawai pemerintah. Sejak dulu, kan memang begitu. Indragiri ini dahulunya sebuah kerajaan. Dulu termasuk jajahan Melaka sejak zaman Sultan Mansyur Syah, kan Raja Indragiri, Raja Merlang, dulu menikah dengan anak Sultan Mansyur Syah, Raja Bakal. Jadi, hubungan Melaka dan Indragiri, sudah lama ada. Kemudian terus ke zaman Johor dan Riau. Dulu waktu Sultan Mahmud Melaka menyerang Portugis di Melaka, Raja Indragiri, Nara Singa II anak Raja Merlang, ikut membantunya. Nara Singa inipun menikah dengan anak Sultan Mahmud Syah meskipun sudah janda. Indragiri ini negeri Melayu. Di sini banyak keturunan Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga bangsawan keturunan Bugis, Luwu. Selain keturunan Melayu Melaka dan Johor,” Jelas Prof. Kazai.

Kekuatan penulis sebagai komunikator dalam pesan-pesan budaya dan sosiologi telah diuji secara ilmiah. Dalam artikel jurnal milik J. Tinambunan (2023) yang mengkaji tentang hubungan biografi penulis dengan kekuatan sosiologi karya sastra yang dihasilkan dalam novel Megat menunjukkan korelasi yang kuat dan saling mendukung. Latar belakang Rida K. Liamsi sebagai seorang jurnalis senior dan budayawan telah memberikan warna yang khas dalam karya-karyanya. Penelitian ini tentunya menegaskan bahwa kemampuan Rida K. Liamsi sebagai komunikator budaya Melayu yang ulung bukan lagi satu hipotesis atau negasi. Karya-karya Rida K. Liamsi telah menjawabnya.

Mengkaji Pembaca Sebagai Komunikan Pesan
Komunikan adalah pihak yang menerima pesan dari seorang komunikator. Dalam konteks novel Lanun Alang Tiga, maka pembaca adalah mereka yang memiliki peran menyerap informasi pesan, dan bahkan mendapatkan efek dari penyampaian pesan tersebut. Terdapat hubungan yang kuat antara kemampuan seorang komunikator dalam menyampaikan pesan dengan kemampuan seorang komunikan dalam menyerap informasi atau pesan. Semakin baik cara menyampaikan pesan dari seorang komunikator, maka proses komunikasi akan berlangsung lebih baik.

Dalam teks novel Alang Tiga karya Rida K. Liamsi, pembaca dalam perspektif komunikan dapat memahami runut peristiwa sejarah secara utuh apabila menyimak teks secara lengkap dan fokus. Penulis sebagai komunikator banyak sekali menyajikan pesan dalam bentuk sejarah etnik Melayu, tradisi, hingga hal-hal sederhana terkait adat-istiadat Melayu di berbagai daerah. Salah satu contoh sederhana saja tentang tradisi makan kerang di Indragiri Hilir.
Nadin kagum melihat orang makan kerang di Tembilahan ini. Hanya satu tangan. Membuka kulit kerang, mengambil isinya, dan menelannya. Lalu mencampakkan kulitnya ke dalam sebuah keranjang rotan, tempat menampung kulit-kulit kerang tersebut.

“Hebat, ya. Cuma dengan satu tangan, boleh makan kerang,” kata Nadin pada Mustam. “Ya, begitulah. Mereka sudah ahli. Kalau ada yang makan kerang pakai dua tangan, itu tandanya bukan orang Tembilahan,” kata Mustam. “Oh. kerang ini datangnya dari mana?” Tanya Nadin lagi. “Ya dari Tembilahan dan kampung-kampung sekitar sungai ini. Sungai-sungai di sini ini kalau surut, kan berlumpur. Nah, kerang-kerang itu diambil di lumpur-lumpur itu…”

Menyukai sejarah, tradisi etnik Melayu, dan memiliki latar pengetahuan yang baik adalah modal menjadi komunikan yang berhasil dalam menyimak pesan-pesan dalam novel Lanun Alang Tiga. Proses menyimak pesan dalam novel tersebut pun perlu dilakukan secara fokus dan saksama.