HARI PUISI INDONESIA

Semarak HPI Sampai ke Ceruk Kampung

Sastra Senin, 15 Agustus 2016
Semarak HPI Sampai ke Ceruk Kampung

Hari Puisi Indonesia (HPI) 2016 tidak hanya digelar di Kota Pekanbaru. Geliat dan semangat itu juga terasa dan dimaknai sampai ke ceruk-ceruk kampung. Salah satunya di Kecamatan Tasik Putri Puyu-Kabupaten Kepulauan Meranti. Kegiatan yang diberi nama Semarak Puisi Indonesia itu dilaksanakan Ahad, (31/7). Kegiatan yang digagas penyair muda Riau, Jasman Bandul itu, diawali dengan lomba cipta dan kemudian baca puisi Indonesia tingkat SLTP se-Kecamatan Tasik Putri Puyu.

Lomba tersebut menurut Jasman diikuti lima sekolah setingkat SLTP di wilayah Kecamatan Tasik Putri Puyu dengan jumlah peserta cipta puisi 15 siswa dan baca puisi 18 siswa. Kegiatan HPI 2016 merupakan kali kedua dilaksanakan. Sebelumnya dilaksanakan pada 2015. Kegiatan ini diselenggarakan komunitas sastra yang ada di kampung tersebut. Komunitas yang menamakan dirinya Komunitas Gemar Menulis (KGM).

Disebutkan Jasman, kegiatan 2016 ini didukung pemerintah desa, UPTD Pendidikan, dan Pemerintah Kecamatan Tasik Putri Puyu, yang bermarkas di perpustakaan UU Hamidy SMA N 1 Tasik Putri Puyu, tepatnya di Desa Kudap.

Di malam puncak HPI 2016 yang mereka gelar, dilaksanakan pengumuman pemenang lomba dan baca puisi. Hadir ketika itu, perangkat desa pemerintah kecamatan, UPTD Pendidikan, diwakili oleh Pengawas TK-PAUD dan SD,  guru bahasa dan sastra Indonesia, serta pegiat seni seperti sanggar seni. Hadir juga mahasiswa KKL STAIN Kabupaten Bengkalis.

Kepala UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Tasik Putri Puyu yang diwakili Syafrudin, menyempatkan diri menyampaikan rasa bangganya terhadap kegiatan komunitas gemar menulis, dan sekaligus membacakan satu puisi. Ke depan, kegiatan ini harus dibuat lebih terbuka, sehingga dunia sastra dapat dinikmati orang banyak.

Jasman mengemukakan, adapun capaian dari kegiatan yang telah diselenggarakan dua tahun belakangan adalah, memperkenalkan dunia sastra khususnya puisi modern, dan memasyarakatkan puisi. Di samping itu juga memberi tempat kepada pegiat seni baca puisi di kalangan pelajar, mahasiswa dan masayarakat umum.

Diakuinya, tidak mudah untuk memasyarakatkan puisi di tengah-tengah masyarakat, apalagi di tempat ia bermastautin. Bukan hanya persoalan apresiasi yang kurang, tetapi juga kesadaran akan pentingnya puisi bagi kemanusiaan. Namun demikian, ia juga menyadari masyarakat terutama generasi muda di kampungnya memiliki potensi menjadi penulis-penulis Riau.

Kekayaan dan keindahan alam yang tentu saja memiliki daya pukau estetika tersendiri, ditambah dengan kekayaan kosa kata, dan ragam seni budaya serta fenomena-fenomena sosial masyarakat di kampung, juga dapat dijadikan kekuatan tersendiri bagi mereka yang berminat untuk menjadi penulis.(Jefrizal)