Riau For Us

Bertemu Pohon "Purba"

riauforus Selasa, 24 Mei 2011
Bertemu Pohon

Anda tak perlu ke pedalaman hutan Amazon untuk bisa bertemu dengan pohon berukuran raksasa, berusia ratusan tahun, dan berdiri gagah bak peninggalan zaman purba. Anda hanya cukup ke Hutan Adat Buluh Cina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Dari Kota Pekanbaru, hanya sekitar 30 menit dengan kendaraan roda empat, terus menyebrang naik kapal pompong lima menit, dan berjalan kaki sekitar 500 meter.

Laporan ANDI NOVIRIYANTI, Siak Hulu andinoviriyanti@riaupos.com

MESKI telah berkali-kali masuk ke dalam hutan, namun baru kali ini dibuat takjub dengan pohon raksasa yang pekan lalu berada di hadapan mata. Pohon rengas berusia sekitar 500-an tahun itu berdiri seorang diri.

Sepertinya tak ada pohon yang mampu hidup berdampingan dengan pohon yang jika dilingkari perlu delapan orang dewasa. Ia begitu berkuasa, hingga lantai dasar hutan yang ada di bawahnya hanya diisi oleh daun-daun kering miliknya. Ia bak pohon purba yang  menggambarkan betapa tuanya hutan Buluh Cina itu.
Pohon Tua Riau For Us
Meskipun secara hukum sebenarnya ia baru disahkan pada tahun 2006 sebagai hutan wisata alam melalui Surat Keputusan Nomor KPTS.468/IX/2006 tentang Penunjukan Kelompok Hutan Buluhcina di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau seluas 1.000 hektare sebagai Kawasan Wisata Alam, namun, sebelum menemukan pohon purba itu, Anda akan disapa dulu dengan indahnya pemandangan di Danau Tanjung Putus. Danau kecil yang berasal dari patahan aliran Sungai Kampar. Danau kecil dengan nelayanyang mencari ikan di atasnya, siapa yang tak terpesona melihatnya?

Di atas danau itu, Selasa (18/1), Riau Pos sempat berdialog dengan seorang nelayan bernama Suhur (56). Bapak empat anak ini menyebutkan sehari-hari ia mencari ikan di danau itu. “Ikannya tak banyak, tetapi orang suka memancing di sini. Sekadar untuk bersantai-santai,”
ujarnya.

Biasanya ikan yang didapatkan Suhur untuk dimakan sendiri atau dijual. “Paling-paling hanya dapat 5 kg. Kalau tidak dijual sama warga. Kadang-kadang disalai oleh istri saya,”ujarnya yang menyatakan dia dan istrinya membangun pondok di hutan di balik belokan danau.

Bicara tentang ikan, Bustami, salah seorang pemandu sekaligus ketua RT di desa itu menyebutkan Desa Buluh Cina termasuk salah satu penghasil ikan sungai. Kalau sore hari, di tepian sungai tempat pompong menyebrang ada transaksi penjualan ikan segar. “Kalau ingin beli ikan segar, bisa beli di sana,” ujarnya kepada kami.

Selain danau dan pepohonan besar, ada lagi yang menarik di tempat itu. Yakni ulah si monyet yang tak berhenti-henti bergelut di atas pucuk-pucuk pohon. Sehingga suara gesekan daun-daun menambah asri suasana hutan tropis di tempat itu. Bahkan jika beruntung saat melayangkan pandangan di atas pucuk pohon itu akan terlihat tupai yang melompat.

Sampai di situ pesona buluh cina belum usai. Di tempat itu hujan gerimis yang turun hari itu membuat beberapa kupu-kupu keluar menyapa pengunjung danau. Seekor kupu-kupu tak henti-hentinya menggoda rombongan Riau Pos. Seakan-akan memang telah mempersiapkan
diri untuk difoto. Ia berulang kali berputar-putar dan kemudian hinggap tenang di atas dedaunan di sekitar kami duduk.

Usai menikmati indahnya danau dan pepohonan hutan ditepiannya, barulah Riau Pos melangkah ke Kompleks Bencah Awang Musim. Tempat pohon rengas berusia 500 tahun tadi. Untuk mencapai pohon itu tak mudah. Apalagi saat itu  musim hujan. Jadi banyak genangan air yang harus dilalui. Para pengunjung harus berhati-hati karena pacet siap hinggap di kaki. Rombongan Riau Pos semuanya kebetulan harus merasakan makluk penghisap darah itu. Namun semua itu terbayarkan saat berada di tempat itu. Pohon raksasa, air danau dangkal yang menghijau dan hamparan daun-daun yang jatuh membentuk permadani alam tepat dibawah pohon.

“Akh, seperti winter season,” ungkap fotografer Riau Pos bersemangat. Menurut Bustami N, pemandu sekaligus salah seorang ketua RT di Desa Buluh Cina, jumlah pohon besar yang baru terhitung di kawasan yang disebut Kompleks Bencah  Awang Musim itu sebanyak 2.500 pohon. Diameter kurang lebih 150 sentimeter. Sebanyak 80 jenis pohon yang ada di tempat itu bernilai ekonomis, di antaranya adalah pohon rengas, kempas, meranti, keruing, kuras dan baboko.

Kawasan dengan luas 1.000 hektar ini dikelola oleh Pemerintahan Daerah (Pemda) Kampar. Tempat itu juga merupakan kawasan hutan ulayat yang dijaga oleh beberapa orang Satuan Petugas Penjaga Hutan Ulayat atau Satgas PU. Mereka sekaligus berperan sebagai pemandu jika ada rombongan atau pengunjung yang hendak menelusuri hutan lebih jauh lagi ke dalam.

Hutan wisata yang dulunya juga pernah memiliki penangkaran kupu-kupu ini, memiliki tujuh buah  danau. Yaitu Danau Pinang Luar, Danau Pinang Dalam, Danau Tuk Tonga, Danau Tanjung Putus (yang kami kunjungi), Danau Baru, Danau Balan dan Danau Bunte. Danau Tanjung Putus merupakan danau yang lebih dekat dengan kawasan penduduk dan bisa ditempuh dengan jalan darat.

Jika pengunjung berniat untuk melihat kawasan danau lainnya, seperti danau baru yang bersisian dengan Danau Tanjung Putus maka pengunjung harus menaiki perahu atau pompong. Demi keamanan, pengunjung bisa menyewa jasa pemandu dengan biaya yang murah. Tidak ada tarif khusus yang mamatokkan biaya untuk pamandu. Namun biasanya ser atus ribu rupiah untuk satu hari kunjungan. “Pengujung juga bisa menyewa pompong untuk bisa mengunjungi
danau-danau tersebut. Pengunjung hanya perlu membayar 170 ribu rupiah
untuk menyewa pompong.

Jika ingin makan di atas pompong, pengunjung bisa memesan kepada warga setempat sehari sebelumnya,” ujar Bustami. Anda berminat menikmati hutan tua berusia ratusan tahun ini?***