Rabu, 15 Januari 2025
PLG Minas merupakan satu-satunya PLG di Indonesia yang terletak paling dekat dari tengah kota. Jaraknya hanya sekitar 35 Km dari Kota Pekanbaru. Artinya kalau dengan kecematan mobil 60 km/jam hanya butuh waktu 35-45 menit. Menemukan tempat ini juga tidak sulit. Ia berada di dekat jalan lintas Pekanbaru –Minas, terus setelah simpang perawang di sebelah kiri Anda akan melihat plang bertuliskan Pusat Latihan Gajah (Elephant Conservation).
Orang sering menyebutnya sebagai Simpang Jamu. Kalau sudah sampai di simpang itu, maka Anda tinggal mengikuti plang petunjuk yang tersedia di pinggir-pinggir jalan. PLG ini, sebenarnya bukanlah tempat wisata. Ia sebenarnya lebih ditujukan untuk mengamankan gajah-gajah yang terusir atau berkonflik di habitatnya.
“Ketika tidak ada lagi cara lain untuk mengamankan konflik antara gajah dan manusia, maka gajah tersebut di bawah kemari. Itupun seizin Departemen Kehutanan,” ujar Kepala Satuan Tugas PLG Minas Muslino, Selasa (11/1) pagi.
Gajah-gajah itu kemudian dijinakkan dan dilatih. Ada yang dilatih sebagai gajah atraksi ada pula yang dilatih sebagai gajah penanganan konflik. Gajah kelompok terakhir itu, tugasnya untuk menggiring gajah liar yang memasuki kawasan yang berkonflik dengan manusia.
Menurut M Taat, Wakil Kepala Satuan Tugas PLG Minas, PLG tersebut baru dibangun sekitar tahun 2000 lalu. Namun PLG sebenarnya sudah ada di Riau sejak tahun 1988. Namun lokasinya di Sialang Rimbun, Bengkalis. Namun PLG itu terbakar dan dipindahkan ke Sebanga, Duri pada tahun 1995. Ditempat itu kemudian terjadi konflik antara perebutan wilayah gajah dan manusia akhirnya PLG pindah ke Minas untuk sementara waktu. Tepatnya dititipkan di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim (SSH).
Namun, saat ini PLG yang berada di Sebanga, Duri sudah mulai diaktifkan kembali. Telah ada delapan gajah yang dipindahkan. Di PLG Minas, ada 23 ekor gajah dengan 40 orang pawang (pelatih gajah) dan dua orang tenaga medis. Jika Anda ingin melihat aktivitas gajah atau atraksi gajah di tempat itu, maka Anda bisa datang pada pagi hari, tepatnya
sebelum pukul 08.00 pagi atau sore hari pukul 16.00 WIB.
Karena pada saat itulah gajah-gajah di bawa ke sungai dan dimandikan atau menjalani latihan. Sementara waktu antaranya, dipergunakan gajah untuk masuk ke dalam hutan di sekitar PLG untuk mencari makan di alam bebas. Namun khusus Sabtu dan Ahad atau hari libur, gajah-gajah itu berada di dekat Kantor PLG.
Mengingat di hari itu, banyak pengunjung yang datang untuk melihat atraksi dan aktivitas gajah. Muslino menyebutkan para pengunjung tersebut tidak dipungut bayaran. “Mereka bisa melihat atraksi gajah dengan gratis,” ujar Kasat yang sudah bertugas empat tahun di tempat tersebut.
Saat Riau Pos berkunjung ke tempat itu, Riau Pos ditemani oleh lima ekor gajah. Gajah pertama bernama Larasati. Gajah betina tanggung (remaja, red) berumur 16 tahun. Gajah kedua dan gajah ketiga adalah gajah jantan bernama Kampar dan Bangkin. Diberi nama itu sebab habitat asli mereka berasal dari daerah Kampar dan Bangkinang. Selanjutnya gajah keempat dan kelima adalah Indah dan Unyil. Indah adalah induk gajah yang tengah sakit. Karena baru diserang oleh gajah liar ketika dilepas di hutan. Akibatnya Indah menderita
25 luka tusukan. Namun ketika itu kondisinya sudah berangsur membaik.
Menurut keterangan Fitrayati, petugas medis yang merawatnya. Indah sudah bisa berdiri dan mampu makan dengan banyak seperti biasa. Seekor gajah lainnya adalah Unyil. Gajah kecil berumur 12 tahun yang tidak turut ke hutan. Unyil sempat mencandai fotografer dengan tidak berhenti menggarahkan belalainya. Seperti meminta dan mencaricari sesuatu.
“Unyil, memang begitu. Bisa membaui aroma manusia yang baru datang kesini. Namun tidak usah takut. Dia hanya mencari buah, jika ada. Sebab setiap pengunjung yang datang sering membawa buah untuknya,” ujar Ahmad Sunarko, menenangkan kepanikan fotografer Riau Pos.
Namun, bagaimanapun juga PLG bukanlah taman bermain atau tempat rekreasi biasa. PLG merupakan tempat untuk melatih gajah.
“Jika ada masyarakat ingin melihat gajah ke sini. Kami menyambutnya dengan baik. Namun dalam konteks bukan berwisata tapi mungkin lebih kepada melihat hasil pelatihan kami. Dan itu free,” jelas Muslino lebih lanjut.
Muslino juga menekankan bawah kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi dengan habitat gajah yang dijaga sebaik mungkin keasriannya. Oleh karena itu, gajah-gajah liar sering datang dan mampir ke kawasan tersebut. Jika biasanya kedatangan gajah liar bisa diprediksi setiap satu tahun sekali. Namun, saat ini kedatangan mereka tidak dapat
diduga lagi. Sebab semakin terbatasnya home range atau kawasan pencarian makan mereka. Maka pergerakan mereka juga semakin cepat dan susah diduga. Hal itulah menurut Muslino yang kadang-kadang mengganggu perkebunan sawit warga. Karena habitat mereka semakin sedikit.
Selain itu, gajah liar juga sering menyerang kawanan gajah konservasi. Namun jika habitatnya tetap terjaga, maka gajah liar tidak akan pernah mengganggu siapapun.
Satu Pawang Satu Gajah
Pada kunjungan tersebut, Riau Pos sempat merasakan naik di punggung Kampar. Meskipun sempat menolak dan takut. Namun pawangnya menyakinkan bahwa mereka (gajah, red) sudah sangat terbiasa dengan manusia. Berprilaku seolah-olah seperti gembala yang ingin memandikan gembalaannya. Kami menggiring Larasati, Bangkin, dan Kampar ke sungai di bawah bukit. Sebab mereka ingin show up kebolehan up (duduk dengan dua kaki didepan tegak) di sungai sambil bermain air. Hal tersebut kontan membuat Riau Pos terpesona dan kagum.
Kepandaian gajah melakukan berbagai antraksi tersebut tidak terlepas dari pawangnya. Di LPG, setiap satu ekor gajah diasuh oleh satu orang pawang. Pawang ini merupakan soulmate bagi gajah. Sebab karakter gajah yang unik, sama dengan manusia. Mereka
hanya bisa dilatih dan mau nurut dengan satu orang yang naluri mereka pilih. Jadi tidak semua pawang bisa mengendalikan gajah- gajah tersebut.
Ketika ada gajah yang baru datang atau masuk ke konservasi. Maka para pawang akan mengadakan penyebelihan seekor ayam betina. Meskipun begitu, ritual ini bukan ritual sakral atau magis. Agar dia bisa menemukan soulmatenya,” ujar Tutur Lestariono pawang gajah Bangkin.
Selain antraksi up di air. Gajah di PLG juga bisa bermain basket, duduk di kursi khusus dan bermain bola. Menurut Suratman, pawang gajah Kampar. Gajah tanggung (masih remaja, berumur belasan tahun, red) butuh waktu melatih selama enam bulan untuk membuat mereka ahli. Sementara gajah besar (dewasa, berumur 20an tahun keatas, red) butuh waktu kurang lebih satu tahun.
“Latihan keterampilan tersebut dilakukan rutin, setiap hari. Mengenai waktu keahlian. Bisa juga tergantung kecerdasan gajah. Sebab, sama seperti manusia. Daya tangkap setiap gajah berbeda-beda. Bahkan ada gajah yang kadang melebihi target pelatihan pawangnya,” ungkap Suratman,menjelaskan tentang pekerjaannya di PLG tersebut.
Gajah Juga Minum Obat Cacing
Selain kepintarannya. Gajah juga rentan terhadap berbagai penyakit. Ada beberapa penyakit yang sering dialami oleh gajah. Seperti kembung, apses dan odem (penumpukan cairan dibawah perut). Untuk mengobati itu semua. Fitrayati, petugas medis menyatakan bahwa mereka (petugas medis, red) memberikan ramuan tradisional, sebab kadang kala tubuh gajah bisa bereaksi lain terhadap obat kimia yang masuk. Dan obat-obatan tradisional bisa menjadi alternatif terbaik untuk gajah.
Misalnya, jika gajah di PLG kembung. Maka Fitrayati akan membuatkan rebusan akar lalang dan meminumkannya kepada si sakit. Sementara akarnya bisa dijadikan makanan gajah tersebut.
“Ciri-ciri ketika gajah menderita kembung. Dia akan sering buang angin dan perutnya terlihat lebih besar dari biasa,” jelas petugas medis yang juga satu-satunya wanita yang bekerja di PLG ini.
Selain memberikan rebusan akar lalang. Biasanya pawang akan membawa gajah tersebut untuk berjalan-jalan (olahraga) dengan cara jalan kaki melintasi tanjakan. Ini akan cepat mengurangi angin diperutnya. Ibu satu anak ini juga menjelaskan bahwa untuk menjaga kesehatan gajah. Maka setiap sekali dua bulan. Gajah rutin diminumkan obat cacing. Kondisi makan di hutan memberikan peluang bagi gajah untuk menderita cacingan. Apalagi jika kondisi cuaca selalu hujan. Maka peluang untuk menderita cacingan juga lebih cepat. Namun, wanita berkerudung menyatakan bahwa belum pernah menbantu persalinan gajah. Hal ini menurutnya, gajah merupakan hewan pemalu dan tidak bisa dilihat ketika
melahirkan.
“Bahkan, waktu melahirkannya pun pada pagi dini hari. Disaat orang-orang sedang terlelap tidur,” ungkapnya. Sehingga untuk membantunyapun harus dilakukan pasca melahirkan dengan memberikan susu pertama jika si induk tidak mau menyusui. Termasuk memotong tali pusar dan memberinya obat antiseptik.(tya-gsj/ndi)