"Rida

Sebesar Apa Naga dalam Diri Kita

Profil Selasa, 02 Februari 2010
Sebesar Apa Naga dalam Diri Kita
Rida K Liamsi

Tanggal 1 Mei 2009, tepat perayaan Hari Buruh Sedunia, senja itu, mobil BM 17 RD berhenti di pelantaraan pakir kantor redaksi Riau Pos. Pria paruh baya mengenakan busanan T-shirt kuning keluar dari mobil. Ia langsung menuju lantai dua, ruangan CEO Riau Pos Group.

Rida K Liamsi baru saja dari Batam, Kepulauan Riau. Raut lelah terpancar di wajahnya. Tapi senyum simpul menutupi gurat itu. Gurat itu  hilang tatkala bercakap dengannya: Nada suaranya penuh semangat, kadang meninggi, kadang pelan. Sesekali canda tawa menyeruak dalam ruangan yang disesaki tumpukan kertas kerja dan buku, mirip ruangan pustaka. “Apa yang kita capai tak seperti lampu Aladin, langsung jadi,” Rida pendiri koran Riau Pos terbesar di Sumatera itu membuka pembicaraan.

Rida Ada Di Mana –Mana
Nama Rida tak asing lagi bagi masyarakat Riau khususnya kalangan dunia usaha, sastrawan dan budayawan. Ia berperan penting membangun budaya dan bisnis Melayu di Riau.

Rida adalah budayawan dan satrawan Riau: penulis buku puisi Ode X, Tempuling, Kelekatu dan Novel Bulang Cahaya. Berpikir, menulis dan berbisnis, hampir tak pernah absen dalam hidupnya.

“Ada waktu kosong aku menulis, kadang sumpek aku menulis, malam-malam selesai rapat aku menulis,” katanya. Intinya kata Rida, mengatur waktu agar tak kehilangan semangat menulis. Rida menyadari musuh terbesar penulis adalah kejenuhan. Dan Rida punya penangkalnya. “Kita butuh variasi menghilangkan kejenuhan,” katanya. Lari pagi cara jitu yang dilakukan Rida. ”Sambil lari aku terus berpikir kenapa aku begini. Setelah lari itu biasanya muncul semangat,” katanya.

Rida juga pengusaha surat kabar paling sukses di daratan Sumatera: Riau Pos Group yang dipimpinnya memiliki bisnis media koran dan televisi lokal di Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Nangroe Aceh Darussalam.

Selain itu Rida juga Direktur beberapa perusahaan BUMD milik Provinsi Riau. “Membangun sistem, sistem keuangan, sistem kontrol, sistem evaluasi sehingga apapun yang kita lakukan bergerak melalui sistem yang kita ciptakan. Ada sistem, ada cara, itu yang menjadi urat nadi manajemen sehingga beberapa banyak pun kita memimpin perusahaan kalau sistem berjalan, kita mampu melakukannya,” Rida memberikan sebuah trik mengelola sebuah perusahaan besar secara beriringan.

Tapi bagai mana, Rida bisa menjalankan dua peran itu sekaligus- budayawan dan pembisnis handal? ”Kita itu adalah apa yang kita pikirkan. Orang yang tak punya niat menjadi penggusaha tak akan pernah menjadi penggusaha. Apa yang kita pikirkan mendorong kita melakukan sesuatu, mencari jalan keluar,” ujar penerima anugrah SPN dari Dewan kesenian Riau tahun 2008 itu memberi sebuah makna kesadaran.

“Berjalanlah. Do somethimg learn something, semua orang perlu belajar. Setiap orang dalam dirinya ada naga,” imbuh Direktur PT pengembangan Investasi Riau yang pada tanggal 17 Juli mendatang berusia 66 tahun. Naga yang dimaksud Rida adalah simbol semangat dan talenta.
***

Lahir di Desa Bakung, Dabo Singkep Kepulauan Riau 17 Juli 1943. Anak pertama ini dibesarkan dalam keluarga Melayu. Sejak kecil Rida hoby menulis. Usai menamatkan sekolah guru di Tanjungpinang. Rida menjadi guru di salah satu SD di Tanjung Pinang. Seperti kata Rida, apa yang kita capai tak seperti lampu Aladin. Jalan menuju kesuksesan bermula saat Rida, baru 5 tahun menjadi guru, tahun 1972 Rida memutuskan menjadi kuli tinta di Mingguan Pelita di Tanjung Pinang. Setahun kemudian Rida menjadi redaktur budaya Mingguan Angkatan bersenjata Tanjung pinang. Tahun 1978, Rida pindah kerja di Majalah Tempo. Otomatis profesinya menjadi guru selama belasan tahun berakir pula.

Lima tahun kemudian, Rida nekat keluar dari Tempo yang telah mengelutinya selama delapan tahun. Ia menerima tawaran surat Kabar Mingguan Genta di Riau. Baru beberapa bulan bekerja, ia keluar dari Genta. Ia lalu bergabung di harian Suara Karya, tapi tak lama.

Tunak di dunia Jurnalistik, Rida berazam mendirikan koran harian di Riau. Tapi obsesi itu dihalanggi oleh mitos: Riau adalah lahan gersang bagi pers, dan mustahil koran harian bisa hidup- sejak programasi 1945 lebih dari 30 penerbit media cetak jatuh bangun di Riau.

Obsesi harus diujudkan. Rida berani menggambil resiko dan nekat. Tanggal 17 Januari 1991 Riau Pos pertama kali terbit sebagai harian hingga kini. Setelah itu Rida meroket tanpa henti hingga ke dunia bisnis.

Tak hanya itu, November 2008 lalu, Rida mencetuskan Gerakan Sejuta (Genta) Melayu. Sebenarnya, gerakan ini sudah digagas sejak tahun 2006 dan 2008 adalah momentumnya.

Genta Melayu merupakan gerakan ekonomi untuk menghimpun dan menyatukan potensi masyarakat Melayu untuk membangun satu kebersamaan, khusus nya di bidang ekonomi, hasil dari sinergi tersebut akan diwujudkan dalam suatu institut bisnis, yang dikelola secara profesional, dengan misi: Dengan kekuatan ekonomi, membangun masyarakat Melayu yang lebih maju dan tangguh, kata Rida.

Hadirnya Genta Melayu karena cinta Rida terhadap Melayu. “di Riau sampai saat ini jumlah masyarakat miskin masih cukup besar, sekitar 32 persen dan sebagian besar yang berada dibawah garis kemiskinan adalah masyarakat Melayu, diperkirakan 60 persen dari total masyarakat miskin,”ungkap Rida. Itu lah kenapa Genta Melayu dicetuskan.

Tak Takut Resiko
Rida tak pernah takut dengan resiko apalagi kegagalan. ”Menghadapi kegagalan, tak boleh putus asa. Semua jalan hidup ada resiko, cuma kita menyadari ada resiko yang bisa diperhitungkan. Membuat keputusan pun menghitungkan resiko-resiko yang kita hadapi,” ungkapnya.

Nah, menurut Rida, untuk sukses selalu berpikir berbeda. “Kalau berpikir linier saja kita tak pernah berbeda seperti orang lain,” katanya. Ia mencontohkan, semua  martabak rasa durian. “Bikinlah sekali-kali martabak rasa cempedak. Orang bikin satu gerobak, kita bikin seratus gerobak, kan sukses,” katanya sembari tertawa lepas.

Lalu bagai mana mau berusaha jika tidak ada modal? “Pertanyaan seperti itu klasik,” kata Rida.

“Sukses bukan ditentukan uang. Uang itu hanya instrumen stimulus menggerakkan, memproses dan membesarkan. Instrumen dari proses bisnis, yang paling terpenting itu semangat untuk menjadi seorang busines man,”imbuhnya.

Semua Orang Punya
“Semua orang punya semangat enterpreneur, enterpeneurship inti utamanya kemandirian. Orang yang mandiri baru bisa jadi enterpeneur,” katanya. Makna kemandirian menurut Rida punya semangat kemandirian tentunya, berjuang sendiri, menghadapi perjuangan tak pernah menyerah dan selalu punya pemikiran jalan keluar.

“Semalas-malas orang, sebodoh-bodoh orang pasti memiliki semangat. Sebesar apa naga dalam diri kita tentu kita yang membesarkanya. Faktor kedua dorongan potensi, tapi yang akan membangkitan kita hanya kita,” tambahnya.

Nah, kata Rida soal sukses ukuran darimananya? “Orang banyak duit memang sukses, tapi malam memikirkan hutang, apa itu yang dinamakan sukses? Engkau enjoy dengan pekerjaan engkau, engkau sukses. Jadi sukses itu bukan apa yang kita miliki atau bukan apa yang kita dapat, tapi apa yang kita rasakan,” katanya.

Selain itu modal trust merupakan hal penting berikutnya menuju kesuksesan. “Kalau orang sudah percaya, jalan membuat kita sukses itu datang,” tutur Rida. Dan pesan Rida jangan pernah takut menuju kegagalan.” Kegagalan itu adalah sukses yang tertunda.
***

Dalam matangnya pengalaman dan usianya, Rida merasa bersyukur, sebab Tuhan masih memberi kesempatan untuk berbuat. Penyuka segala jenis makanan – istilah Rida tak merasa dihukum oleh menu makanan – khususnya makanan Melayu itu, masih seperti yang Rida rasakan 65 tahun silam: enerjik, semangat, kerja keras dan dermawan.

Buku Novel Bulang Cahaya dan kumpulan puisi Kelakatu, Rida hadiahkan  pada B Magazine Salam kreatif, kata-kata itu ia bubuhkan dimenu awal ke dua buku. “Saya selalu bubuhkan kata-kata salam kreatif, agar orang membaca selalu semangat,” ucap Rida.  “Jika kita tidak lagi kreatif kita akan mati,” ungkap Rida.

Dikutif dari Majalah B Magazine (Business, Lifestyle, Tourism), Vol. V Juni – Juli 2009