Senin, 14 Oktober 2024
Oleh : Rida K Liamsi
I.
Betapapun hebatnya gempuran media digital, tapi sejauh ini , pers daerah terutama media cetak di daerah masih tetap eksis . Bahkan masih ada yang terus berkembang, meski ada juga yang tenggelam tapi itu lebih disebabkan oleh asfek manajemen bukan karena bersaing dengan media digital.
Indikatornya bisa dilihat dari perkembangan media cetak di bawah Jawa Pos Group dan Kompas Group. Tahun ini misalnya 100 koran koran milik Jawa Pos group masih tetap eksis tak ada gulung tikar. Terjadi penurunan kinerja, tapi bukan karena kalah bersaing dengan media digital, tapi karena kinerja ekonomi nasional yang sedang krisis.
Data-data riset Nielsen yg menyatakan terjadi penurunan pembaca koran dampak dari penurunan oplah jual tidak serta merta membuktikan media cetak menuju titik keruntuhannya karena sejak sepuluh tahun terakhir oplah jual bukan lagi indikator utama sebuah surat kabar cetak hidup atau mati. JP group misalnya sejak lama sudah menerapkan strategi pengendalian oplah cetak dan penerapan strategi ratio pendapatan koran dari oplah jual. Ini kasus JP group dan tentu berbeda dengan Kompas media Group karena kedua group ini mempunyai prinsip dan strategi manajemen dan bisnis yang berbeda.
Musuh utama media cetak tetaplah ongkos cetak. Media yang berguguran kebanyakan media yg tidak punya mesin cetak dan sumber bahan baku yg harganya bisa dikendalikan.
II.
Revolusi tehnologi IT yang menjadi pendorong media digital untuk berkembang dan mendominasi Informasi publik dengan internet sebagai urat nadinya itu, justru itulah yang telah membesarkan media cetak. Ingat transformasi jaringan data media cetak dari faksimili ke internet yang telah mengubah secara drastis proses produksi surat kabar baik di bidang redaksi maupun pada proses grafika nya ?
Media cetak sudah lebih dahulu mendayagunakan kekuatan internet sebagai infrastruktur komunikasinya dan menjadikan internet sebagai kekuatan yang membesarkannya.Sama dengan apa yg terjadi dengan media digital sekarang.
Media cetak sudah tahu kekuatan dan kelemahan media digital . Sama sama berlayar di samudera yang sama . Media digital memiliki kekuatan pada kecepatan dan olah cara ( rekayasa ) tetapi media cetak memiliki kekuatan yang namanya trust dan itu yang diperlukan oleh sesuatu bernama opini publik. Sementara kekuatan multi media dipakai sebagai kekuatan sinergi dan supporting
III
Otonomi daerah yang wujud sejak 2003 juga adalah kekuatan penggerak tumbuh dan berkembangnya pers daerah. Kebijakan desentralisasi keuangan dan kebijakan publikasi dan arus informasi daerah membuat keberadaan otonomi daerah itu menjadi kekuatan yang memberi daya tahan pada pers daerah untuk tetap hidup dan berkembang.
Peran Otonomi daerah itu bukan hanya urusan distribusi dana untuk biaya publikasi,periklanan dan media komunikasi lainnya, tetapi juga bahagian dari proses pembentukan karakter dan emosi pembaca.
Otonomi daerah inilah yang telah meruntuhkan dikotomi pers nasional dan pers daerah itu sehingga sudah tak ada lagi yang namanya pers nasional yg berpusat di jakarta dan pers daerah yang ada di kabupaten kabupaten. Semua sudah menjadi pers nasional dan pers daerah. Semua sudah menjadi community news paper .
Karena itulah pers daerah yang terus tumbuh dan berkembang di daerah itu adalah pers yang menjadi bahagian dari jatuh bangun ekonomi daerah. Pers yang tak sekedar menjadi surat kabar yang tukang kritik , tapi pers yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat daerahnya untuk terus maju.
Untuk apa misalnya Jawa Pos mengambil alih Persebaya kalau bukan karena membela pembaca nya ? Untuk apa misalnya koran daerah seperti Malang Pos membela habis habisan Arema Malang kalau bukan karena itulah cara media itu ikut membangun daerahnya ?
IV.
Meskipun dikotomi pers nasional dan pers daerah itu sudah runtuh , tapi relevansi membicarakan soal pers nasional dan pers daerah dalam konteks masa depan media cetak tetap perlu dibicarakan karena pers indonesia sudah menjadi industri .
Azaz dan kaedah sebuah industri sejak dulu sudah ada yaitu : memiliki sejarah dan tradisi. Memiliki mata rantai dan jaringan. Dan secara tidak langsung mempunyai kekuatan kebersamaan di tengah persaingan, yang menjadi dinamika yang membuat industri itu tetap hidup. Roh industri .
Sejauh ini Roh industri pers di indonesia itu adalah Kompas dan Jawa Pos. Selagi Kompas tegak berdiri maka selagi itu media cetak di Indonesia akan hidup dan bertahan. Kalau Kompas goyang, maka riwayat media cetak indonesia juga limbung dan terancam. Sementara roh media cetak di daerah adalah Jawa Pos. Kalau Jawa Pos bergoyang maka pers daerah terutama yang 100 an itu juga bergoyang.
Dalam konteks memahami masa depan pers, maka keberadaan kerajaan-kerajaan bisnis media cetak dan turunannya itu memang penting dicermati dan bahkan dijaga dan dirawat. Terutama oleh negara yang memperlakukan industri media sebagai salah satu kekuatan ekonominya.
V.
Prinsip jurnalistik akomodatif juga adalah salah satu kekuatan bertahan media cetak di daerah di tengah persaingan dan tekanan ekonomi. Ini memang bahagian dari spirit otonomi daerah itu.
Jurnalistik akomodatif itu adalah jurnalistik yang memahami hakekat dan visi idealnya sebagai sebuah media informasi yang tumbuh dan berkembang di suatu daerah. Jika ada jargon NKRI harga mati , maka dalam lingkup regional harus ada juga jargon-jargon emosional yang menjadi teras dari agenda setting media daerah.
Pers daerah tidak cukup membuat tagline nya misalnya : cepat, akurat dan independent. Tapi juga harus ada kesan keberpihakan pada pembaca. Jurnalistik akomodatif ini juga memberi kesan rasa nyaman bagi pemerintah daerah dan seluruh stake holder nya karena melihat pers bukan sebagai musuh tapi sebagai mitra.
Prinsip-prinsip dasar jurnalistik tetap ditegakkan, tetapi rasa memiliki atas masa depan suatu daerah juga dikedepankan.
VI.
Masa depan pers indonesia memang memerlukan dukungan assosiasi pers agar bisa tetap hidup dan berkembang. Terutama untuk menghadapi tekanan politik , sosial dan ekonomi. Memupuk kebersamaan dan sebagai kekuatan daya tawar.
Tapi lebih penting dan strategis adalah Sinergi antar group group media yang ada dan berkembang. Ini penting untuk saling menjaga agar masa depan pers Indonesia itu tetap eksis. Ada rasa kesamaan visi dan kebersamaan untuk tidak saling membunuh tetapi kebersamaan menjaga roh industri media cetak itu tetap hidup. Apakah media cetak masih penting untuk masa depan bangsa ini ?
Itulah yang mungkin terjadi di Thailand, India dan tentu saja china. Tiga negara yang katanya media cetaknya tetap hidup, tumbuh dan berkembang. Sementara di Amerika dan Eropa media cetaknya sebahagian gulung tikar. Karena itu asosiasi pers Indonesia juga harus belajar dan berubah. Harus seperti Wan Ifra.
Terima kasih
Tanjungpinang 1 Februari 2018
Disampaikan pada acara diskusi HPN di Padang, 8 februari 2018.