Rida Award 2009

Pabrik Lesbi Bernama Dormitori

Jurnalistik Kamis, 03 Desember 2009
Pabrik Lesbi Bernama Dormitori

Delapan dipan besi tertata berderet dengan rapi. Sekilas pandangan mata , tidak ada yang membedakan dipan satu dengan lainnya. Semua terbuat dari besi dengan model serupa, bertingkat. Hanya seprei, sarung bantal, dan selimut yang membedakan selera masing-masing pemiliknya. Beberapa bermotif bunga-bunga, beberapa yang lain memilih seprei putih polos. Di dinding ruangan, atau tempat-tempat yang memungkinkan poster ditempelkan seperti almari, cermin, bahkan dipan itu sendiri, marak dengan stiker foto-foto artis favorit. Sebuah poster bergambar grup band F4 yang telah almarhum berukuran 20 R, terlihat yang paling mencolok.

Oleh Sultan Yohana

Semua deret dipan itu, berada dalam satu ruang berukuran sekitar 10 x 10 meter. Antar dipan tanpa penyekat sedikitpun. Setiap dipan ditempati dua orang, satu orang berada di dipan bagian bawah, satunya lagi dibagian atas. Di bagian belakang ruangan, sebuah toilet dengan dapur ala kadarnya rapi tertata. Itupun tak berpenyekat. Hanya antara kamar tidur utama dengan ruang tamu kecil, dipisahkan oleh penyekat triplek yang lagi-lagi , dipenuhi aneka poster dan tulisan-tulisan tangan 16 penghuni yang sekarang atau penghuni sebelum mereka.

Sebuah televisi 20 inchi, sedang menyiarkan sebuah sinetron religi ketika beberapa waktu lalu saya melongok salah satu ruang di Dormitori Blok A, Mukakuning. Semua penghuni harus satu jenis kelamin. Dormitori khusus wanita tak boleh dicampurkan dengan penghuni laki-laki, juga sebaliknya.

Di tempat seperti inilah, 14 tahun silam, Juwita tinggal. Kepada saya, wanita yang kini berwiraswasta dengan membuka sebuah mini market di daerah Batuaji, minta nama aslinya tidak dituliskan. Ketika itu Juwita, perantauan asal Pekanbaru yang baru saja mendapat pekerjaan sebagai buruh di salah satu perusahaan di Mukakuning, berpikir dormitori adalah tempat yang paling masuk akal untuk tinggal. Selain sewanya terjangkau kantong, jarak dengan tempat kerja juga cukup ditempuh dengan jalan kaki. Meskipun harus berbagi kamar mandi dan tempat tidur dengan 15 rekan wanitanya sesama wanita yang tinggal satu ruangan.

Menurut catatan dari pihak Batamindo, saat ini, pekerja yang tinggal di dormitori sekitar 25 ribu orang. Terbagi dalam 16 blok, dan setiap bloknya masih terbagi dalam beberapa sub blok. Rustam Sinaga, Ketua RW 7 yang membawahi Dormitori Blok R menjelaskan, setiap blok tidak sama jumlah sub blok dan kamar yang disewakan. Di dormitori yang ia pimpin misalnya, ada 25 sub blok dengan karyawan yang tinggal tercatat 6 ribu orang. ?Setiap kamar, dihuni enambelas orang,? rinci Rustam kepada POSMETRO, beberapa waktu lalu.

Di dormitori itu juga, Juwita menjelma dari seorang wanita normal menjadi lesbi. Dari seorang wanita yang setiap saat di kepalanya berharap belaian seorang lelaki, berubah menjadi penyuka sesama jenis. ?Saya dapat ?penyakit? di situ. Saya sebelumnya wanita normal, tapi sejak tinggal di dormitori, saya jadi tak lagi tertarik sama laki-laki,? terang Juwita, ketika kami mengadakan janji bertemu di Panbil Mall, sepekan silam.

?Penyakit? yang Juwita sebut, dimaksudkan untuk kecenderungannya menyukai sesama wanita.

Dalam pertemuan yang ganyeng diselipi dengan canda dan tawa itu, Juwita membawa serta ?kekasihnya?, seorang wanita belia yang mengaku baru saja lulus SMA di Jakarta. Sebut saja ABG itu, Rahma. Berpenampilan slengek?an dan nyaris tanpa saputan make-up di wajahnya. Meski masih berusia 18 tahun, suara baritone yang menggelegar dan berat menjelaskan dia seorang perokok. Gerak lakunya, sama sekali tidak menunjukkan perilaku wanita. Sekilas seperti lelaki. Hanya buah dada yang sedikit menonjol dan pinggulnya yang agak besar, tidak bisa menyembunyikan bahwa Rahma sebenar-benarnya perempuan.

Penampilan Rahma, berbeda sekali dengan Juwita. Wajahnya tersaput bedak yang cukup tebal. Kedua bibirnya juga merah oleh lipstick. Ketika mendekatinya, sekilas tercimum bau minyak wangi yang menyegarkan. Sesegar penampilannya yang terlihat betul sangat dia rawat. Jika Juwita mengaku mendapat penyakit itu sejak tinggal di dormitori, Rahma justru mengatakan dia memiliki kecenderungan menyukai sesama jenis sejak belia.

Rahma juga mengaku berperan sebagai seorang buci. Peran ?lelaki? dalam sebuah pasangan lesbi.?Kalau di Batam buci itu disebut sentul,? Juwita menjelaskan, ?Kantil atau femme untuk yang perannya sebagai wanita.?

Selain Sentul dan Kantil, ada satu lagi sebutan untuk wanita lesbi yang mempunyai peran ganda. Bisa berperan sebagai ?wanita? maupun ?laki-laki?. Komunitas lesbi menyebut untuk peran ini sebagai andro.

Juwita menuding kondisi dan suasana dormitori yang menjadikannya seorang lesbi. Lingkungan tempat tinggal yang nyaris semuanya wanita, adalah penyebab utama.?Anda bisa bayangkan, saat saya sedih dan curhat kepada kawan satu kamar satu tempat tidur. Kawan itu menghibur, membelai, dan berusaha menenangkan saya. Muncul rasa nyaman ketika kawan kita meperlakukan kita seperti itu. Dari situlah awalnya,? panjang lebar Juwita menjelaskan,?. Kita tak bisa memperoleh hal itu pada lelaki. Semua kawan, wanita. Kita jadi akrab, saling menikmati. Antara kita terjalin rasa saling cinta.

Keadaan yang riuh di dormitori, ternyata tak membuat sepasang lesbi tidak punya kesempatan berasyik masyuk. Juwita mengaku selalu saja ada kesempatan bercinta. Entah ketika rekan-rekannya yang lain tengah tidur atau kerja, tak jarang juga di ruang tamu atau kamar mandi.

Bertahun-tahun berada dalam situasi demikian, tambah Juwita, pelan namun pasti membuat orientasi seksualnya berubah. Bahkan ketika sudah lama Juwita tidak tinggal di dormitor dan memilih membeli rumah di daerah Sagulung. Tidak lagi Juwita menginginkan belaian lelaki. Berbalik menjadi penyuka sesama wanita.?Rasa suka antara lelaki dan perempuan berbeda. Dengan perempuan lebih emosional. Putus hubungan dengan lelaki tak sesakit ketika putus dengan sesama jenis,? beber Juwita. Juwita berharap, kelak dia kan kembali bisa menyukai laki-laki. Namun, dihati kecilnya dia berujar, justru ingin bisa menikah dengan sesama jenis. Seperti halnya di negeri Belanda atau Prancis yang undang-undang negara tersebut, membolehkan pernikahan sesama jenis. ?Ada kawan lesbi di Surabaya yang menikah dan akhirnya menetap di Belanda. Sayang di Indonesia tidak bisa,? Juwita berharap.

Informasi dari Juwita, membawa saya bertemu dengan Iyen. Ini juga nama samaran. Seorang supervisor sebuah perusahaan top di Mukakuning. Meski sudah mempunyai rumah yang bisa dikatakan sangat nyaman di Tanjungpiayu, Iyen lebih banyak menghabiskan waktu di dormitori. Di dormitory, kata Iyen, lebih ramai dan menyenangkan. Lebih bisa dekat dengan kawan-kawan wanita yang mempunyai kecenderungan seksual yang sama.

Semula ia enggan memenuhi permintaan saya memberi informasi tentang dunia lesbi yang ia jalani. Tapi, akhirnya, wanita yang rambutnya dipotong pendek ala vokalis Kangen Band, berkaca mata minus itu, bersedia juga menyumbang informasi . Dengan catatan saya harus merahasiakan identitas dia.

Seperti halnya dengan Juwita, Iyen juga mengaku menjadi lesbi ketika lama tinggal di dormitori. Pengalaman disakiti lelaki adalah penyebab awal Iyen berubah orientasi seksualnya. Selain karena pergaulan di sekelilingnya yang sebagian besar wanita. ?Bersama (berhubungan) dengan wanita, lebih membuat saya terasa nyaman,? begitu Iyen beralasan.

Psikologi Batam, Bibiana Dyah Sucahyani, Kepada POSMETRO menjelaskan, lingkungan sangat bisa merubah orientasi seksual seseorang. Lingkungan membentuk dan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Perubahan orientasi seksual seperti halnya kasus Juwita dan Iyen, sangat mungkin terjadi, terlebih jika seseorang secara prinsip tidak kuat. Di tambah lagi oleh,? Peraturan yang ketat, beban pekerjaan, serta tingkat ekonomi yang tidak diharapkan, juga bisa mempengaruhi pemikiran orientasi seks seseorang. Apalagi ketika ia tinggal bersama seperti dilingkungan dormitori, ? jelas Bibiana, psikolog yang biasa disapa Dyah.

Satu orang yang menyimpang, imbuh Dyah, bisa menularkan penyimpangan tersebut kepada rekan-rekannya. Apalagi lingkungan yang ditinggali sangat permisif.?Lingkungan yang tingkat individualitasnya tinggi, yang sangat welcome, membuat penyimpangan itu berkembang,? tambahnya.

Dari kacamat fisika, imbuh Dyah, orientasi seksual adalah sebuah energi yang tidak bisa hilang tanpa penyaluran. Jika dua energi yang sudah terpendam lama tidak bisa tersalurkan sebagaimana mestinya, sasaran berikutnya adalah seseorang yang berada di lingkungan sekitar.

Di dormitori, penghuninya dikelompokkan menurut dasar jenis kelamin. Jika sudah demikian, kawan sesama jenis lah alternatif sasaran pelampiasan penyaluran energi seksual. Dari sebuah pertemuan awal yang bersifat saling membutuhkan ini, berkembang menjadi sebuah hubungan hati yang justru sangat erat melebihi hubungan cinta antara lelaki dan perempuan.

Rustam Sinaga, Ketua RW 7 Dormitori Blok R, tidak membantah ada prilaku menyimpang penhuni dormitori. Namun sebagai penanggungjawab dormitori, dirinya tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan.? Biasanya perusahaan masing-masing yang memberi sanksi jika terbukti lesbi,? tegas Rustam. Pihak pengelola dormitori, hanya menyewakan kamar untuk penghuni.

Di Mata Kami, Ryan Tidak Bersalah
Pengakuan ini sangat mengejutkan. Ketika hampir semua masyarakat Indonesia menyebut Very Idham Heryansyah alias Ryan, jagal 11 orang dari Jombang, Jawa Timur, sebagai pembunuh sadis, Juwita justru memaklumi apa yang dilakukan Ryan. ?Di mata kami, Ryan tidak bersalah. Bisa jadi dia disakiti pasangannya. Sudah dipakek lalu Ryan di campakkan. Pasti marahlah,? kata Juwita.

Ketidakbersalahan Ryan yang dinilai Juwita, menganalogikan betapa cinta antara sesama jenis jauh lebih erat ketimbang antara lelaki dan wanita. Juwita mengamini ketika saya ajukan pernyataan bahwa seorang sesama jenis bisa melakukan hal nekad seperti halnya Ryan, ketika disakiti pasangannya. Namun juga, dia tak mau berspekulasi bahwa semua pasangan sesama jenis, terutama lesbi, bisa melakukan hal kejam seperti yang dilakukan Ryan.?Tergantung orangnya. Tapi, ketika kita berpisah dengan sesama jenis, rasa sakitnya lebih hebat ketimbang pisah dengan lelaki,? sebut Juwita.

Juwita tidak menunjuk penyebab tersebut karena sulit mencari pacar pasangan lesbi. Dia bahkan mengaku sangat mudah mencari pasangan lesbi di Batam. Namun, rasa cinta yang terbangun antar wanita, dianggap Juwita jauh lebih murni dan sangat emosional ketimbang jika dia berhubungan dengan lelaki.

Secara teoritis, emosi seseorang yang mempunyai orientasi seksual yang dianggap menyimpang, adalah sama dengan kebanyakan masyarakat umum. Namun, kata Psikolog Batam, Bibiana Dyah Sucahyani, pada kenyataannya emosi mereka lebih labil. Jumlah mereka yang sedikit dan cenderung tertutup dari pergaulan masyarakat, menciptakan sebuah keterikatan yang sangat kuat antara pasangan lesbi atau gay. ?Mereka saling melindungi, over protectuf. Dan jika salah satu di antara mereka ada yang ketahuan selingkuh, emosi mereka bisa sangat tinggi. Kasus Ryan bisa menjadi contoh,? terang Bibiana.

Dalam penyimpangan yang terjadi pada Juwita maupun Iyen, Dyah yakin , penyimpangan tersebut bisa disembuhkan. Salah satu bentuk penyembuhan, lagi-lagi harus lewat lingkungan mereka tinggal. Dipisahkan dari lingkungan awal yang membuat mereka menjadi lesbi. Serta diimbangi dengan pembinaan-pembinaan masalah prinsip, ?Seperti soal agama,? sebut Dyah.

Sentul, Kantil dan Dua Golongan Lesbi
Rumah tipe 45 itu, terlihat tenggelam oleh rumah-rumah di kanan-kirinya yang lebih mentereng. Bercat oranye, rumah yang terletak di salah satu kawasan bisnis di Batamcentre tersebut bahkan terlihat tak terawat. Ketika pertengahan pekan kemarin saya bertandang ke sana, belasan pakaian terjemur di tali tamper di depan rumah. Pagar besi kokoh mengelilingi depan rumah. Seperti halnya rumah-rumah dikanan-kiri yang semuanya berpagar rapat.

Sebuah motor mereka Honda yang terparkir di depan rumah, menandakan ada seseorang di dalam rumah. Namun ketika saya ketuk pintu, tak ada satupun sahutan dari dalam. Sebelumnya, beberapa kali pemilik rumah itu, sebut saja namanya Yunita, saya hubungi untuk sebuah wawancara. Namun permintaan itu tidak pernah berbalas.

Seorang tetangga di samping rumah tersebut memberi penjelasan, penghuni rumah tipe 45 adalah seorang janda dengan satu anak, manajer sebuah perusahaan property terkenal. ?Setahu saya dia janda. Mungkin . Soalnya tidak ada suaminya tapi ada anak,? kata tetangga itu, seorang wanita paruh baya.? Kalau malam Minggu, memang sering banyak tamu. Kebanyakan wanita. Mungkin arisan perusahaan.

Rumah tersebut, adalah salah satu markas para lesbi di Batam.Namun, tidak semua lesbi bisa masuk dan kongkow-kongkow di rumah tersebut. ?Rata- rata mereka lesbi kelas atas. Yang biasa datang wanita-wanita karir yang punya pekerjaan bagus seperti kelas manajer,? Juwita menjelaskan.

Di Batam, para lesbian membagi diri menjadi dua golongan. Golongan atas, ini adalah kumpulan para lesbi yang punya karir bagus, punya pendidikan memadai, namun sangat ekslusif. Sangat menutup diri. ?Nongkrongnya mereka tak mau di diskotik. Paling banter di pub-pub seperti Tampico atau Tavern,? beber Juwita yang sempat menjadi bagian dari golongan ini. Tampico dan Tavern adalah dua nama pub yang paling terkenal di Batam.

Berbeda dengan golongan pertama, golongan kedua dan ini rata-rata anggotanya para lesbi yang pernah tinggal atau masih tinggal di dormitori, lebih terbuka. Meski tidak menunjukkan perilaku menyimpang secara sporadik, namun orang-orang yang termasuk golongan ini, lebih membuka diri. Baik dengan mereka yang sesama lesbi maupun dengan rekan-rekan lainnya yang normal. ?Mereka ini biasa nongkrong di diskotik-diskotik, terutama Pacifik,? sebut Juwita.
Tak jarang juga, lesbi golongan ?rendahan?, memanfaatkan dormitori untuk tempat nongkrong mereka. ?Di setiap kamar dormitoryi saya yakin pasti ada orang yang cenderung lesbi. Saya yakin itu,? imbuh Juwita.

Selain dua golongan tersebut, para lesbi membagi diri mereka dalam tiga peran. Rahma menjelaskan, lesbi yang disebut buci atau sentul, berperan sebagai ?lelaki? dalam sebuah pasangan lesbi. Sementara sebutan kantil atau femme untuk peran lesbi yang ?wanita?. Selain sentul dan kantil, ada satu lagi sebutan untuk wanita lesbi yang mempunyai peran ganda. Bisa berperan sebagai ?wanita? maupun ?laki-laki?. Komunitas lesbi menyebut untuk peran ini sebagai andro***

SultanYohana adalah wartawan Posmetro Batam. Tulisan ini masuk nominator Rida Award III 2009 yang dimuat di Posmetro Batam pada 1 September 2008.