Oleh : Rida K Liamsi

Tengku Buang Asmara : Penakluk dari Mempura

Budaya Rabu, 29 Desember 2021
Tengku Buang  Asmara : Penakluk  dari Mempura
Istana Siak - internet

Apa yang menarik dari tokoh sejarah Tengku Buang Asmara ( TBA ) ? Dari berbagai catatan yang  ada tentang Kesultanan  Siak Seri Inderapura ( 1723-1946 ), ada sebuah Premis  ( kesimpukan awal ) yang  dapat diberikan pada  Tengku Buang Asmara ( TBA) atau Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah, Sultan Siak  ke dua ( 1746-1760 ) : Dalam sejarah kerajaan Siak Sri Indrapura yang  jatuh bangun  selama lebih 200 tahun, TBA adalah sultan yang tak bisa ditaklukkan  oleh penjajah Belanda . TBA sangat disegani, ditakuti , dan bahkan secara diam diam dibenci oleh Belanda. Netscher, mantan residen  Belanda di Riau misalnya dalam bukunya Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, menyebut   TBA sebagai sultan  yang  buruk.

Ada sejumlah tindakan dan keputusan strategis yang telah dilakukan TBA meski hanya memerintah selama 14 tahun ( 1746-1760 ) dan tindakannya itu sangat  penting dan bersejarah yang menjadi  indikasi dan menunjukkan posisinya sebagai Tokoh Sejarah yang penting dan berkarakter untuk mendukung premis tersebut.  

Pertama, TBA adalah seorang penakluk.  Tindakan TBA yang menghancurkan  benteng  dan loji Belanda di pulau Guntung, tahun 1759, dan membunuh  pimpinan loji itu, adalah tindakan historikal dan telah mencoreng nama besar Belanda sebagai penguasa politik dan  perdagangan di Selat Melaka. Mereka merasa malu dan terhina, dan sejarah telah mencatatnya dengan tinta merah, betapa kekuasaan kolonial Belanda, bertekuk lutut dah tak berhasil menyingkirkan sultan muda yang  teguh dengan pendiriannya itu. TBA yelah berhasil menaklukkan Belanda di oulau Guntung, dan mengusirnya kembali ke Melaka.

Kedua TBA adalah seorang polutisi dan diplomat yang tangguh dengan siasat politikbyang sulit diduga. TBA memang pernah  mengikat perjanjjan  politik  atau dagang dengan Belanda . Pernah  minta bantuan senjata dan bersekutu untuk melawan musuh politiknya , terutama melawan  abangnya Raja Alam dan Daeng Kamboja . Tapi TBA tak pernah  tunduk dan apalagi menjadi boneka Belanda. Dia lebih banyak berkirim surat, tetapi tak pernah  mau datang ke kantor Gubernur Belanda di Melaka. Dia melakukan  semua itu sebagai bagian dari diplomasi, siasat dan strategi politik. TBA seorang politikus yang handal, dan  tidak gampang ditipu dan dipaksa menyerah.

Ketiga, TBA seorang Raja yang mandiri. Jika sekutu politiknya , tidak sepenuh hati  membantunya, dia juga tak begitu perduli. Dia akan terus maju dan berjuang sendiri menghadapi musuhnya , seperti yang ditulis  sejarawan Timothy P Bernard dalam bukunya Pusat Kekuasaan  Ganda.  Disaat kedudukannya sebagai sultan  terjejas karena  perebutan tahta dengan abangnya Raja Alam, dia lebih suka minta bantu pada pihak Melayu, baik melalui pamannya, Sulaiman Badrul Alansyah ataupun kepada Sultan Terengganu, Mansyur  Syah. Dia membangun aliansi kemelayuan dengan paman nya Sultan Sulaiman, Yang Dipertuan Besar Riau, dengan  Sultan Terengganu, Mabsyur Syah ( Tun Dalam ) dan dengan Raja Mibangkabau.

Keempat, TBA tidak anti Bugis dan memusuhi Bugis  secara pukul rata, termasuk pada  Upu Bugis Lima Bersaudara ( Daeng Perani  bersaudara ). Permaisurinya    adalah anak bangsawan  Bugis Daeng Mattako , mantan penguasa Linggi ( di semenanjung Melaka ) . Seperti ayahnya, dia bersahabat dengan keturunan Daeng Celak, seoerti dengan Raja Haji.  Tapi dia sangat berseteru  dengan keturunan Daeng Perani, terutama dengan Daeng Kamboja . Ada luka  dan dendam sejarah yang panjang, yang dia warisi  dari ayahnya Raja Kecik dan ibunya Tengku Kamariah.

Kelima , TBA sangat anti Belanda . Sampai akhir hayatnya TBA memendam dendam pada Belanda, dan perang Guntung ( 1752-1759 ) adalah bukti TBA seorang  sultan yang terys berjuang melawan Belanda. TBA seirang suktan yang merdeka, cerdas, visioner  , dan tahu bagaimana berpolitik . Bila harus  bersekutu, bila harus berdamai , dan bila harus berperang. Dia Salah  satu sultan Nusantara yang  berani mengancam Belanda dan akan merebut Melaka jika Belanda mengganggu  Siak. Dia tulis surat ancaman itu menjelang akhir hayatnya 1760.

Keenam, TBA seorang yang teguh memegang adat istiadat dan punta fatsun politik, yang sangat Melayu . Dia tahu Air dicencang takkan putus. Karena itu, betapapun dia disakiti, disingkirkan , dihianati , dan dijadikan seteru oleh abangnya dan  kerabatnya yang lain , tapi dia tetap sayang dan hormat. “ Pergilah  kakanda dan tinggalkan Siantan, sebelum kakanda dihancurkan “ itu kata katanya yang  penuh luka yang dia ucapkan pada abangnya  Raja Alam pada puncak sengketa mereka memperebutkan Siantan, 1745, seperti  diceritakan dengan baik oleh Timothy P Bernard dalam Pusat Kekuasan Ganda.

Ketujuh, TBA juga sangat menghormati asal usul dan darah asalnya. TBA   menyelamatkan pamannya Sulaiman  Badrul  Alamsyah yang sudah terkepung di muara Siak, dengan menyuruhnya pergi dan  kembali ke Riau, padahal pamannya itu karena tekanan Bugis dan Belanda datang menyerang Siak . TBA sangat menghormati  pamannya  Sulaiman Badrul Alamsyah. Di siantan saat harus  memilih  apakah harus  membantu abangnya Raja Alam atau pamannya Sulaiman Badrul Alamsyah , dia memilih membantu  pamannya. Dia ingat bagaimana pamannya  tahun 1722, menyelamatkan dia dan  ibunya , ketika  mereka ditawan kakak ibunya Tengku Tengah dan pihak Bugis di Riau ketika ayahnya terlibat  perang  saudara  melawan Tengku Sulaiman   yang dibantu Bugis memperebutkan tahta  Johor.

Kedelapan , TBA seorang yang visioner : Selama 14 tahun masa pemerintahannya dia telah mengusung mimpi besarnya , mimpi  besar ayahnya  Raja Kecik, membangun kembali kemaharajaan Melayu , seperti masa kejayaan Melaka dan Johor. Tidak bisa di seluruh kawasan semenanjung tanah Melayu , tapi bisa diujudkan di Sumatera. Itulah yang kemudian disebut sebagai kerajaan Sumatera Timur, wilayah kekuasaan Siak yang membentang mulai dari Inderagiri, sampai ke Asahan. Di kawasan ini, kawasan Sumatera  Timur ini sebagaimana  ditulis Timothy P Bernard dalam Bukunya  Pusat Kekuasaan Ganda, Raja Kecik dan TBA membangun kebesarannya.

Kesembilan, TBA seirang Raja yang Sakti  dan Berdaulat. TBA Pernah kena tembak, rubuh , tapi bangun kembali. Mengambil  pedang kerajaan  dan memenggal kepala  orang yang  menembaknya. Tindakan heroik nya itu , membuat TBA sangat dihormati , dipatuhi dan juga ditakuti para pengikutnya , meskipun tingkat khatismatisnya masih di bawah ayahnya , Raja Kecik.

Kesepuluh, TBA seorang yang berani membuat keputusan . Sebagai  bagian dari visi besarnya  , TBA mengubah nama kerajaannya dari kerajaan  Buantan , menjadi kerajaan Siak Seri Indrapura .  Mengubah nama sungai Jantan menjadi sungai Siak. Siak adalah salah  satu sungai terpanjang dan terdalam di pulau sumatera . TBA berhasil menjadikan sungai Siak sebagai  salah satu  urat nadi perdagangan di selat melaka. TBA Membangn ibukota  baru di Mempura yang lebih baik dan  starstegis menggantikan Buantan yang penuh rawa dan terbuka terhadap  serangan musuh. Dari Mempura inilah kemudian TBA mengirim  beras ke Melaka, hasil panen  dari tanaman padi di kawasan Mempura itu. Siak  bangkit dan berkembang sebagai salah satu pusat pertanian dan perdagangan dunia di jazirah tanah Melayu, seperti diakui salah satu gubernur Belanda di Melaka.

Siapa TBA ? TBA adalah  putera Raja Kecik , Sultan dan pendiri kerajaan Siak  dengan permaisurinya Tengku Kamariah, puteri bungsu mantan Sultan Johor Abdul Jalil Riayat Syah ( 1699-1717 ) . TBA putera kedua Raja Kecik . Putera pertama nya  adalah Raja Alam ,  tapi  dari isteri yang lain. Raja Kecik  mempunyai beberapa isteri, dan 9 orang anak. TBA adalah putera gahara.

TBA lahir di istana Sultan Riau, di Ulu Riau, di hulu sungai Carang, Bintan , sekitar  tahun 1720. Ketika  itu  Tengku Kamariah , sedang ditawan oleh  kakaknya  Tengku Tengah yang dibantu Upu upu Bugis lima bersaudara. Itulah  antara lain mengapa namanya Tengku Buang Asmara. Raja Kecik ingin mengabadikan kisah cinta yang penuh luka dan rintangan itu pada nama anaknya. Meskipun dia tetap memberi nama tradisi raja raja  melayu pada anaknya itu, yaitu Tengku Mahmud.

Istana di Ulu Riau itu, yang dikuasai Tengku Sulaiman dan sekutu  Bugisnya itu , pada mulanya adalah istana Raja Kecik , istana Bunga Lawang. Ketika itu sekitar tahun  1719, Raja Kecik, telah memindahkan sementara ibukota kerajaan Johor  dari Panchor ke Ulu Riau. Tapi dalam perang  saudara memperebutkan tahta Johor melawan  Tengku  Sulaiman yang dibantu Upu Upu Bugis lima bersaudara, istana itu direbut Tengku Sulaiman , dan Raja Kecik terpaksa menyingkir ke Siak dan mendirikan pusat perlawan di sana. Ketika menyingkir , Tengku Kamariah ditinggalkannya di Ulu Riau, dan sedang hamil 3 bulan.

Sejak tahun 1719, berkali  kali, selama lebih kurang 5 tahun , Raja Kecik, menyerang Riau untuk membebaskan permaisurinya , tapi berkali kali gagal. Namun  dalam masa perang itu, seperti diceritakan dalam Tuhfat Al Nafis dan catatan lain, Raja  Kecik , tetap bisa berjumpa dengan permaisurinya . Terutama malam hari saat perang dihentikan sementara.
Baru tahun 1725, Raja Kecik berhasil merebut kembali permaisuri dan juga anaknya yang berusia sekitar 5 tahun yang lahir  dalam masa perang saudara itu,  dan membawanya ke Siak.  “ Jikalau kakanda sungguh mencintai adinda dan anak kakanda Buwang Asmara ini, ambil lah kami dengan jalan perang. Jika tidak, biarlah adinda menjadi isteri anak raja Bugis “ begitu isi surat yang dikirim Tengku Kamariah kepada Raja Kecik , seperti yang dicatat   buku Sejarah Siak ( OK Nizami  Jamil, 2010 )

Surat itu juga mengisaratkan bahwa Tengku Kamariah  sedang serba salah karena dipaksa kakaknya Tengku Tengah untuk bercerai dengan Raja Kecik dan menikah dengan Daeng Celak, salah satu dari Upu Lima bersaudara. Daeng Celak menolak. Selain karena dia sudah menikah dengan Tengku Mandak, kakak Tengku Kamariah, tapi juga karena  Daeng Celak bersahabat baik dengan  Raja Kecik. Jika tidak sedang berperang , Raja Kecik naik perahu, dari pulau Bayan ke Ulu Riau , pergi bertemu isterinya dan juga bertemu dengan Daeng Celak. Seterunya adalah Daeng Perani dan Tengku Tengah.

Setelah berhasil  membawa permaisuri dan anaknya ke Siak, Raja Kecik membesarkan anaknya di istananya di Buantan, dan mengajarkan anaknya ilmu politik dan perang  . Jika dia pergi  berperang , terutama perang   meluaskan wilayah kekuasaanya, ke sumatera bagian utara , seperti Pelalawan, Rokan, Batu Bara dan Asahan, dia membawa serta TBA dan Raja Alam , anak anak nya yang sudah  mulai dewasa .

Tahun  1740, ketika TBA berusia sekitar 20 tahun, Raja Kecik mengirim TBA pergi bersama mertuanya Daeng Mattako, menyerang Muar dan Linggi. Ikut membantu Sultan Terengganu Mansyur Syah , melawan Bugis. Raja Kecik memang sudah menyiapkan  TBA sebagai penggantinya. Selain karena TBA adalah puteranya yang gahara, tetapi juga karena TBA punya karakter  yang lebih santun ketimbang abangnya, Raja Alam. Lebih lembut dan menghormati semua saudara saudara.

TBA dinikahkan Raja Kecik dengan anak Daeng Mattako, sekutunya dari  pihak Bugis yang sudah membantunya dalam berbagai perang termasuk perang di Perak  dan Kedah. Daeng Mattako adalah mantan penguasa di Linggi.TBA juga seorang yang tahu  apa yang ingin dilakukan ayahnya sebagai raja besar. Visi dan mimpinya untuk membangun sebuah kemaharajaan Melayu   yang  baru, penerus dinasti Melaka dan pengganti Johor  yang sudah direbut Bugis.

Tahun 1741 , Ketika ayahnya mulai sakit karena depresi ditinggal wafat Tengku Kamariah, permaisuri yang dicintainya  itu, TBA  atas nasehat Empat  Datuk , mengambil alih  tugas pemerintahan . Sebelumnya Raja Kecik sudah juga menetapkan TBA sebagai putera mahkota untuk penggantinya, sementara Raja Alam diangkat sebagai  Raja Muda.Ini menimbulkan kemarahan  Raja Alam sebagai putera tertua.  Raja Alam lalu pergi meninggalkan  Siak, menuju Batu Bara dan Asahan mencari pengikut. Kemudian mulai menjadi Raja Bajak Laut.

TBA  membiarkan abangnta memberontak, dan dia tetap menjalankan tugas pemerintahan dan berjuang  menjaga Siak agar tetap eksis, dihormati negeri  lain, dan menjadikan Siak salah satu pusat perdagangan penting mulai dari Ulu Petapahan sampai ke Bukit Batu, Bengkalis, dan Selat melaka. Pusat perdagangan segala bangsa.

Tahun 1746, ketika Raja Kecik wafat, Datuk yang Empat melantik TBA sebagai  penggantinya  , bukan Raja Alam putera yang tua. Raja Alam yang sudah merajuk dan meninggaljan Siak, marah , pergi  meninggalkan  Siak , bersekutu  dengan Bugis . Raja Alam menikah dengan Daeng Khadijah, anak Daeng Perani ( musuh besar Raja Kecik ), adik Daeng Kamboja .

TBA tetap bertahan di Buantan, membangun kerajaan yang diwariskan  ayahnya , dan menjaga aliansi  kemelayuan dengan pamannya , Sultan Riau, Sulaiman Badrul  Alamsyah  , dan dengan Sultan Terengganu, Mansur Syah, dan dengan kerajaan Minangkabau, sekutu ayahnya sejak muda. Tetap bekerjasama dengan Belanda , meneruskan kebijakan  ayahnya, sampai akhirnya Belanda terang terangan memihak dan mendukung abangnya, Raja Alam.

Tahun 1745, Raja Alam mengarau sampai ke Siantan, dan disini dia membajak kapal dagang. Salah satu yang terkenal adalah  kapal dagang  Inggeris, Nancy, yang penuh muatan.Raja Alam kemudian  mendirikan pusat pemerintahan dan pangkalan operasi bajak lautnya di Siantan .

Tapi Siantan bukan  wilayah Siak, tapi wilayah kerajaan Riau. Sultan Riau, Sulaiman marah  dan datang menyerang Raja Alam di Siantan. TBA datang juga ke Siantan atas permintaan kedua kerabatnya itu , Raja Alam dan Sultan Sulaiman. Tapi TBA memihak pamannya Sultan Sulaiman dan untuk itu dia datang menemui abangnya dan membujuk supaya segera meninggalkan Siantan sebelum dihancurkan.

Tahun 1749,  TBA dan Sultan Sulaiman menyerang Siantan dan Raja Alam kalah, dan menyingkir ke Sukadana , kalimantan barat, sebelum kembali lagi ke Asahan dan Batu  Bara.  Perang  Siantan  Ini adalah perang  saudara terbuka pertama antara TBA dengan abang Raja Alam  sejak abangnya memberontak dan meninggalkan Siak tahun  1741.

Sejak perang Siantan itu, terjadi beberapa kali perang  saudara antara  TBA dengan abangnya  yang dibantu oleh Yang Dipertuan Muda Riau, Daeng Kamboja. Sementara TBA dibantu pamannya Sultan Sulaiman. Kerajaan Riau , Johor, dan Pahang ketika itu pecah  dua kubu dalam urusan perang  saudara ini, keturunan Raja Kecik di Siak ini. Puak Melayu  dan Bugis .

Tahun 1753,  Raja Alam berhasil merebut Buantan, ibukota Siak. TBA terpaksa menyingkir ke Pelalawan . Tapi tak lama, pertengan tahun 1754 , TBA dengan bantuan Sultan Sulaiman kembali dapat merebut Buantan . Raja Alam menyingkir ke Batu Bara.
Tak lama kemudian dalam tahun yang sama, Raja Alam kembali dapat merebut Buantan dari TBA. Tapi awal tahun 1755, TBA dengan bantuan Sultan   Sulaiman dan Belanda, kembali dapat merebut Buantan, ibukota Siak . Raja Alam kembali menyingkir.

Dukungan Sulaiman dan Belanda ini, menjadi peluang Belanda untuk mendapat izin membangun loji di Pulau  Guntung sebagai konpensasi membantu TBA . Sultan Sulaiman yang  bersahabat dengan  Belanda  , juga membujuk TBA untuk memberinizin Belanda mendurikan loji di pulau Gubtung. Akhirnya  Belanda disetujui membangun  loji di Guntung, walaupun sebelumnya , sejak zaman Raja Kecik tidak pernah diizinkan .

Persekutuan  TBA dengan Pamannya  Tengku Sulaiman, tidak juga mulus . Adakala  pamannya  marah dan datang membawa armada perang untuk menghukum kemanakannya itu. Salah satu kasus  yang menyebabkan Sultan sulaiman marah adalah persekutuan  TBA dengan  Raja Minangkabau .

Keputusan TBA bersekutu dengan Raja Minangkabau , adalah strategi untuk  meredakan konplik politik dan dagang dengan pedagang  Minangkabau  di hulu Sungai Siak, seperti Senapelan dan Petapahan . Untuk membalas jasa TBA  yang memberi kesempatan para pedagang minangkabau ubtuk berdagang di hulu Siak, Raja   Minangkabau datang ke Senapelan , dan memberi gelar kebesaran adat Minangkabau   pada  TBA dan TBA juga memberi banyak  hadiah .

Tapi pihak  Melayu  marah dan mengadu  pada Sultan  Sulaiman  dan Sultan Riau yang memang anti Minangkabau itu , datang ke Siak, dan mengancam akan menyerang Siak, sehingga TBA terpaksa minta maaf  dan menyatakan  ketaatannya pada Pamannya dan aliansi kemelayuan.

Tahun 1755, Setelah hubungan baik dan Belanda  boleh  membangun loji,  dinoulau Guntung, Belanda mulai ingin menguasai  perdagangan di muara sungai Siak , dan menjalankan praktek monopoli  perdagangan , dan mulai nenyulitkan rakyat Siak , maka TBA menghentikannya : “ Jikalau ada nyawa kita , tiadalah boleh Olanda hendak mengambil negeri Siak ini “ katanya seperti diceritakan  dalam Hikayat Siak.

Tahun 1759, dengan  siasat yang tak terbaca oleh  Belanda,  TBA datang dengan tipu  muslihat dan kemudian menyerang  benteng Pulau Guntung itu, nenaklukkannya , dan membunuh pimpinan loji itu. Dan hubungan baik  dengan Belanda pun berakhir dan Belanda mengalihkan dukungannya  pada  Raja Alam.

Di pertengahan tahun 1760, setahun setelah TBA menghancurkan benteng Belanda di pulau Guntung ,  TBA mendapat  kabar abangnya, Raja  Alam akan menyerang Siak secara besar besaran dan akan dibantu oleh Belanda yang  ingin  membalas  dendam, dan ingin mendudukkan sekutunya Raja Alam ditahta sultan  Siak . TBA lalu mengirim  surat kepada Gubernur Belanda di Melaka dan  mengancam akan menyerbu Melaka , jika benar Belanda membantu abangnya menyerang Siak.

Belanda tahu, ancaman TBA bukan  main main, dan Belanda sudah pernah merasakannya dan masih terasa sakitnya seperti ketika benteng pulau  Guntung diobrak abrik TBA. Karena itu, Belanda menunda rencananya, dan  menunggu laporan tim inteligennya yang diam diam dikirim ke Siak. Betulkah TBA sedang lemah dan banyak masalah dan akan mudah diserang ? Raja Alam setuju untuk menunda serangan.

TBA ketika itu memang lagi menghadapi   berbagai tekanan  dari dalam, terutama apa yang disebut  perlawanan dari sebelah  Ulu . Perlawanan politik dari pihak  Empat Datuk dan dari para pedagang Minangkabau   yang berdagang di Senapelan dan Petapahan , dua pusat dagang di hulu sungai  Siak, perbatasan dengan kerajaan Minangkabau.

Penyebabnya antara  lain  karena TBA telah  menunjuk seorang saudagar Arab , Sayid Muhammad As Segaf ( menurut Timothy P Bernard ) sebagai Syahbandar Senapelan, dan sebagai penasehat ekonomi nya dan dibawa ikut ke Siantan. Datuk yang Empat tersinggung karena merasa mulai disingkirkan. Apalagi seperti dicatat Timothy P Bernard , bahwa Sayid Muhammad dinilai arogan dan kurang  menghargai adat dan istiadat setempat .

Para pembangkang dari hulu itu menghimpun kekuatan hampir 1000 orang dan ingin menjadikan adik TBA dari lain ibu yaitu Tengku Unus  sebagai penguasa di Senapelan. TBA mengirim angkatan perangnya  yang kuat dan menyerang para pemberontak, sehingga kucar kacir. Raja Mibangkabau datang ke Senapelan , untuk menyelamst warganya , dan mereka berdamai.

Tahun 1760, Raja Alam dan Belanda tahu TBA sedang menghadapi perlawanan  dari dalam, dan mereka juga tahu Sultan Sulaiman pembela TBA baru saja wafat di Riau, dan Riau ada dalam genggaman YDM Daeng Kamboja, dan  mereka menggunakan  kesempatan itu untuk menyerang  Siak . TBA tahu dia dalam kesulitan dan kehilangan dukungan, karena Terengganu juga  baru ditinggalkan Sultan Mansyur Syah, pemimpin kharismatik orang Melayu  yang terkenal dengan gelar Tun Dalam yang juga menantu Sultan Sulaiman. Tapi TBA tidak gentar dan bersiap  untuk berperang.  Tapi Perang Besar  antara TBA dengan abangnta  Raja Alam dan Belanda di penghujung 1760 itu tak jadi meletus. . Selain Belanda ngeri dengan ancaman TBA , juga karena   23 November 1760 , TBA tiba tiba dikatakan wafat.

Apa yang menyebabkan TBA wafat ? Tidak begitu jelas penyebab  kematiannya dan dalam  usia yang baru 40 tahun. Menurut catatan Netscher, karena  sakit. Sedang sumber sejarah tempatan seperti  Sejarah Siak, Sejarah Riau dan lainnya  , tidak juga menulis  apa penyebab kematian mendadak itu .Timothy P Bernard  dengan   bukunya Pusat  Kekuasaan Ganda, yang dianggap lebih netral, juga hampir tidak  bercerita. Hanya Syair  Perang Siak yang menulis ihwal TBA sakit , meskipun secara samar.

Ada yang agak aneh dan misterius. Sebelas hari sebelum wafat seperti catatan Netscher , TBA dikatakan telah mengirim surat ancaman kepada  gubernur Melaka, untuk menyerang Melaka jika Siak diganggu.  Apakah ada  sebab lain yang menyebabkan Sultan yang gigih dan tangguh ini wafat dalam usia baru  40 tahun ? Syair Perang Siak menyebut penyakit TBA adalah batuk batuk yang parah. Penyakit batuk dalam sejarah di kawasan kemaharajaan Melayu, selalu dikaitkan dengan pembunuhan politik.

TBA digantikan anaknya Tengku Ismail . Puteranya dengan  permaisurinya anak Daeng Mattakoh. TBA dikatakan punya beberapa isteri selain anak Daeng Mattako.  Ada anak Raja Lela Wangsa , dan selir yang lain. Menurut Tuhfat al Nafis, selain  Tengku Ismail, TBA punya  11 putera dan 5 puteri. Salah satu anak perempuan nya ,  yaitu Tengku Embung Besar ikut memainkan peran sejarah . Selain Tengku Daud, adik Tengku Ismai yang mati  dibunuh di Buantan .

Tahun 1761, setelah TBA wafat , baru Tengku Alam  dan Belanda datang menyerang Siak. Terjadi perang yang  hebat, dan Tengku Alam dapat merebut Mempura, tapi hanya sebentar . Tengku Ismail kembali merebut Mempura dan menyingkirkan Raja Alam ke luar Siak .  Baru Tahun 1766, Tengku Alam dengan bantuan Belanda kembali menyerang Siak. Tengku Ismail kembali tersingkir dan mengembara sebagai  bajak laut , ke selat Melaka dan Laut Cina Selatan dan sampai ke Borneo utara bersekutu dengan lanun Tempasok.

Tahun 1780 Raja Alam wafat dan diganti anaknya Raja Muhamnad Ali. Tapi Tengku Ismail kembali ke Siak mengambil alih pemerintahan karena Raja Muhammad Ali  tak bisa memerintah karena kesehatan yang buruk. Tapi  tahun 1782 , Tengku Ismail wafat ketika sedang memimpin pertemuan. Anaknya Tengku Yahya menggantinya. Tapi tahun 1784 , Sayid Ali , cucu Raja Alam , merampas tahtanya, dan Sultan Yahya terpaksa menyingkir ke pelalawan , lalu ke  Reteh, dan ke Lingga , sebelum ke Terengganu , ke tempat ibunya, Tengku Teh. Tahun 1791 Tengku Yahya wafat di Dungun, Terengganu.

Tahun 1784, Sayid Ali, cucu Raja Alam dari sebelah perempuan, menjadi Sultan . Dan era ini merupakan era Dinasti As Sahab, yang berlangsung  sampai tahun 1946 dan kemudian  Siak bergabung dengan  NKRI. Sayid Ali mengukuhkan persekutuan Siak dengan  Bugis, dengan menikahi Raja Mandak, anak Daeng Talebak  dan Raja Sitti. Raja Sitti adalah puteri Raja Haji Fisabillah. Satu ibu dengan Raja Hamidah, Engku Puteri, permaisuri Sultan Riau , Mahmud Riayat Syah.

Ketika TBA naik tahta tahun 1746 menggantikan ayahnya  , Raja Kecik,  Siak berada pada masa jayanya . Meski hanya efektif memerintah  selama 10 tahun dari 23 tahun masa pemerintahan nya , Raja Kecik sudah meletakkan dasar pemerintahan  yang baik, kerajaan yang luas wilayahnya sampai  ke Asahan. Makmur , bermarwah, dan disegani Belanda . Sebuah kemaharajaan melayu baru penerus Melaka dan Johor.

Ekonomi Siak berkembang dengan berbagai hasil bumi , hutan, Gading gajah dan emas. Sungai  Siak menjadi salah satu  sungai  tersibuk  dan ramai dilayari kapal dagang dari berbagai negeri dan bangsa, mulai dari  Bengkaklis , Bukit Batu sampai ke Petapahan . Dukungan kerajaan   Minangkabau  menyebabkan Siak sangat dinamis dan seksi  dan diakui Belanda sebagai sebuah kawasan ekonominya yang sangat berkembang. Itulah kerajaan yang diwariskan ayahnya, dan kerajaan yang demikian itu juga yang diwariskan TBA pada anaknya  Tengku Ismail, Raja di Laut , dan para penerus dan penguasa Siak Seri Inderapura.  Negeri yang diwariskan oleh  Sang Penakluk dari Mempura, sultan muda yang oleh  para pendukung Raja Alam dan dinastinya disindir sebagai Pangeran Puyu puyu yang hanya besar di sungai . Sementara Raja Alam diibaratkan  sebagai  Pangeran Terubuk , yang mengembara  di lautan.

Layakkah TBA diusulkan sebagai pahlawan dengan segala tindakan politik dan historis ? Seorang pahlawan , adalah seorang pejuang  yang berjuang sampai  tetes darah penghabisan dan tidak kenal menyerah. Dia boleh kalah tapi semangatnya untuk menentang kezaliman , terutama penjajahan  asing, tak padam. Semangatnya selalu jadi tauladan dan menjadi penggerak generasi yang akan datang, dan membanggakan anaknya cucunya. Ada ucapan TBA yang  sangat bersejarah : “ Jikalau ada nyawa kita, tiadalah boleh Olanda mengambil Negeri Siak ini “  katanya. Seperti ditulis dalam Hikayat Perang Siak.

TBA telah menunjukkan posisi dan peran sejarahnya dengan  luar biasa . Sampai nafas terakhirnya dia berjuang melawan Belanda. Ketika dia wafat  bulan November 1760, dia dalam keadaan sedang bersiap untuk  berperang  melawan Belanda yang datang ingin  menguasai Siak dan mendudukkan abangnya  Raja Alam sebagai Sultan. Belanda ingin membalas  dendam kekalahan mereka yang memalukan  ketika benteng dan kantor dagang di pulau  Guntung  , tahun 1759 , dihancurkan  oleh TBA. Sebuah  methahistoria : andaikata Tengku Buang Asmara tidak menghancurkan benteng belanda di pulau Guntung itu, akan adakah kerajaan  Siak Seri Indrapura yang merdeka dan berdaulat sampai negeri ini bergabung  dengan NKRI ?

TBA sudah memenuhi janji nya pada rakyatnya waktu mengizinkan Belanda membangun loji di Pulau Guntung : “ Baiklah kita terima , dan jikalau di kemudian hari tiadalah ia memegang  perjanjian ,  bolehlah  kita amuk “ seperti di tulis di dalam Hikayat Siak. Dan  TBA telah mengamuk dan menghancurkan Belanda di Guntung  karena  melanggar janji.

Sebelas hari sebelum wafat TBA telah mengirim surat  ancaman dan peringatan pada  Gubernur Belanda di Melaka supaya  jangan mencoba menyerang Siak, karena dia juga akan mengerahkan  angkatan perang nya  menyerang Melaka. Merampas Melaka dari tangan Belanda.  Dan Belanda tahu  TBA tidak main main . Cuma TBA lah satu  satunya Sultan Siak  yang berani mengancam Belanda , mengancam  akan menaklukkan  Melaka. Ada yang lebih hebat  dari ini ?

2021

*) Rida K Liamsi , Budayawan Melayu, anggota kehormatan Masyarakat Sejarah Indonesia ( MSI )

Sumber rujukan  :
    1.    Sejarah Siak, OK Nizami Jamil, 2010
    2.    Sejarah Riau, Mukhtar Lutfi , dkk, 1997
    3.    Sejarah  Melayu  , Ahmad Dahlan, 2014
    4.    Pusat Kekuasaan Ganda, Timothy P Bernard , terjemahan Sita Rohana , 2006
    5.    Prasasti Bukit Siguntang dan Badai Poktik di Kemaharajaan Melayu, 1160-1946, Rida K Liamsi, 2015
    6.    Tuhfar Al Nafis  , Raja Ali Haji, Virginia  Matheson Hookcer , Penyelenggara, 1998
    7.    Belanda di Riau dan Siak, 1602-1865, Nietscher, penerjemah Wan Ghalib dkk, 2002
    8.    Muslihat Bermartabat, Bappeda Kabupaten Siak, draft, 2021
    9.    Sejarah Melayu ( Salaltus Salatin ) , Muhammad Yusoff Hashim, 2015
    10.    Mengembara di Taman yang Menggoda  , G.L. Koster , terjemahan Sita Rohana dan Al Azhar, 2011
    11.    Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut, AB Lapian, 2009
    12.    Suma Oriental, Tom Pires, 2016