Selasa, 08 Oktober 2024
SIAK (RP)- Kota bernilai sejarah, Siak Sri Indrapura membuat rombongan Korean-ASEAN Poets Literature Festival (KAPLF) II terkagum-kagum.Bahkan salah seorang penyair Korea Selatan, Park Hyu Jun mengaku terkesan dengan Istana Siak dan peninggalan bersejarahnya. Hal itu pun menginspirasinya membuat puisi dan esai.
Rombongan KAPLF II tiba di Kota Siak Sri Indrapura, Rabu (26/10) sekitar pukul 09.45 WIB.Sesampainya di pelabuhan LASDP Siak, tamu berbagai negara itu disambut para pejabat teras Kabupaten Siak. Selanjutnya rombongan yang berjumlah 42 orang tersebut menaiki beca menuju lokasi acara.
Para penarik beca pun semangat melayani tetamu penyair. Secara perlahan mereka dibawa berputar melalui Jalan Sultan Syarif Kasim menuju Istana Siak, yang jaraknya hanya berkisar sekitar 1,5 Km dari Pelabuhan Siak.
Setelah beberapa menit naik beca, rombongan sampai di depan pintu gerbang Istana Siak dan berjalan kaki. Sebelum ke lokasi pembacaan puisi dan esai, para penyair disambut Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi dan diajak melihat sejenak Istana Siak.
Para penyair Korea dan negara-negara ASEAN terlihat kagum saat melihat benda-benda peninggalan sejarah Kerajaan Siak. Baik ketika melihat singgasana sultan, peralatan pertahanan kerajaan berupa meriam hingga yang tak kalah pentingnya ‘’komet’’, salah satu alat musik yang hanya ada dua di dunia, yakni Siak dan Jerman.
Setelah acara penerimaan dan seremonial dari Pemkab Siak, kegiatan dilanjutkan dengan acara puncak pada hari kemarin yakni perjalanan para penyair KAPLF II.
Yakni menampilkan penyair dari Korea Chun Sun Ho dan Yi Kyeong Lim, Raudal Tanjung Banua dari Indonesia, Maung Pyiyt Minn dari Vietnam, Machzumi Daud dari Tanjungpinang Kepulauan Riau, Nik Abdul Rakib dari Pattani, Thailand dan Sutardji Calzoum Bachri.
Tiga jam pembacaan puisi di Istana Panjang, tempat penyair mengekspersikan kebolehannya, membuat terpukau para penonton. Mereka di antaranya adalah para seniman Siak dan para siswa SMAN 1 Siak.
Puisi dan esai dari penyair Vietnam dan Thailand mungkin cukup sulit dimengerti. Apalagi dalam pembacaannya, para penyair tak menyampaikannya dengan mimik muka yang reaktif, layaknya penyair lain di Indonesia. Namun setelah pembacaan puisi dan esai diterjemahkan ke bahasa Indonesia, ternyata isi puisi yang disampaikan para penyair ASEAN tersebut sangat menarik. Sehingga selama jalannya acara, tak membuat pendengar bosan maupun mengantuk.
Khidmat dan Menghibur
Jalannya pembacaan puisi dan esai dipandu tiga pembawa acara yakni budayawan Fakhrunnas MA Jabbar dan dua perempuan yang bertugas menerjemahkan setiap kata dari para penyair yang tampil. Juga diselingi penampilkan kesenian yang dibawakan para remaja Siak.
Acara diawali dengan tari persembahan, tari zapin asli, lagu Kerajaan Siak, syair Gurindam 12 serta penampilan kesenian lain. Semuanya terasa cukup menghibur.
Setelah semua prosesi acara diikuti dengan khidmat oleh seluruh peserta sampai akhir, sebelum rombongan penyair KAPLF II bertolak ke Pekanbaru, sempat dijamu dengan makanan ‘ala kampung’.
Makanan bercita rasa Melayu ini disantap dengan lahap oleh para tamu dari luar negeri. Menu yang dihidangkan adalah sambal belacan, asam pedas ikan baung, gulai ayam kampung, pacri nenas dan sayuran.
Siak is Beautiful
Para penyair KAPLF II sangat terkesan datang ke Siak Sri Indrapura. Terutama penyair asal Korea Selatan dan Thailand yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di Negeri Istana.
Penyair Korea Selatan Park Hyu Jun asyik menjepret tiap obyek yang dianggapnya menarik. Setelah turun dari speedboat yang membawanya ke Siak, dia langsung terlihat sibuk memotret. Sepanjang perjalanan menuju istana menaiki beca, Park selalu menyempatkan diri mengambil gambar hingga sesi acara dimulai.
Menurut Park Hyu Jun, Siak sepintas mirip kota lama namun kaya histori. ‘’Saya tahu nama Siak dari beberapa referensi di internet dan juga buku,’’ kata Park.
Siak juga mengingatkannya pada salah satu kota di Filipina, yang dianggapnya memiliki kesamaan. Hanya, dia lebih terkesan dengan Siak. ‘’Siak is beautiful,’’ pujinya.
Dari keterangan pemandu, dia mengaku tahu sedikit banyak tentang Siak, terutama sejarah dan istana. Dia pun memuji sikap pemerintah setempat yang menjaga warisan sejarah dan budaya ratusan silam ini bertahan sampai sekarang. ‘’Luar biasa,’’ katanya.
Dari pengamatan dan peninjauan di istana, dia terkesan dengan benda-benda yang masih asli dan terawat. Ditambah lagi letak istana yang menghadap ke sungai menjadikan begitu indah dipandang mata. ‘’Saya tak tahu ada lagi obyek menarik lainnya selain istana ini,’’ katanya.
Dari sejarah istana, lanjutnya, layak dijadikan referensi dan kajian budaya serta sejarah tentang peradaban asli.
Di sini masih banyak peninggalan dan saksi sejarah bagaimana kejayaan Siak tempo dulu. ‘’Saya ingin membuat puisi dan esai tentang Siak dan saya sudah dapat gambarannya,’’ sebutnya.
Hal yang sama juga diakui Nick Rakib. Penyair asal Thailand ini menyempatkan diri berfoto bersama Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi di sela-sela perjalanan menuju istana.
Menurutnya, perjalanan melewati sungai menuju Siak sangat menarik. Banyak pemandangan dan inspirasi yang didapat. Selama menempuh lebih kurang dua jam perjalanan, dia bisa melihat pemandangan dan kondisi kota di tepi sungai. ‘’Sungai selalu dimanfaatkan orang dulu untuk berbagai aktivitas, seperti berdagang, transportasi dan lainnya,’’ sebutnya.
Letak Siak yang ada di tepi sungai memberi kesan tersendiri di Riau, karena memiliki nilai histori dan ekonomi. Tapi apakah pemanfaatan sungai ini sudah optimal oleh pemerintah dan masyarakat, dia tak tahu persis. Setahunya, di daerahnya, sungai dimanfaatkan untuk semua aktivitas. Bahkan dijadikan potensi wisata sungai bagi wisatawan. ‘’Siak ini kotanya indah, nyaman, karena di tepi-tepi sungai masih terdapat hutan bakau dan pepohonan yang melindungi,’’ jelasnya.
Suara Penyair Tak Pernah Diam
Problematika dunia saat ini juga jadi bahan kajian yang menarik bagi peserta temu penyair Korean-Asean Poets Literature Festival (KAPLF) II. Meski, mengambil setting dan tema persoalan yang berbeda, mereka terus menyuarakan dan tak pernah tinggal diam, melalui puisi dan esai yang dihasilkan.
Dari 17 penyair yang membacakan puisi dan esai di Istana Panjang di komplek Istana Siak, Rabu (26/10), semuanya tampil beda.
Ini sekaligus melengkapi rangkaian acara, setelah sebelumnya melakukan hal serupa di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning (Unilak) dan Balai Pauh Janggi, komplek Gedung Daerah Provinsi Riau.
Di Istana Siak, para penyair mengeksplorasikan diri dalam membacakan puisi dan esai. Diawali pembacaan puisi kemudian esai dan dilanjutkan puisi lagi. Di sela-sela pembacaan itu, panitia menyuguhi hiburan tradisional. Di antaranya tari persembahan, tari zapin dan pembacaan syair Gurindam 12.
Namun sebelum itu, Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi menyapa dan menyambut kedatangan peserta. Menurutnya, dia dan masyarakat merasa bangga dan terhormat, karena Siak dijadikan tempat dalam acara ini. Temu penyair ini juga jadi momen bagi Pemkab untuk berpromosi dan menyampaikan informasi terhadap potensi unggulan wisata budaya, sejarah dan alam yang dimiliki. ‘’Istana ini merupakan salah satu ikon kebudayaan Melayu,’’ kata Syamsuar.
Harus Dilestarikan
Warisan kebudayaan Melayu harus senantiasa dilestarikan dan kekal sepanjang masa. Ini merupakan aset yang berharga. Budaya Melayu yang memiliki nilai-nilai religius akan jadi perekat bagi semula kalangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
‘’Melayu itu sangat relevan dengan berbagai kondisi. Ia terus berkembang sesuai kemajuan zaman,’’ kata Bupati Siak Drs H Syamsuar MSi.
Turut hadir, Direktur KAPLF II Rida K Liamsi, Sekretaris Sutrianto, Ketua LAM Riau H Azaly Djohan, OK Nizami Jamil, Kapolres Siak yang diwakili Wakapolres Kompol Satria Rizkiano, Kepala Dinas Seni, Kebudayaan dan Pariwisata Wan Abdul Razak SH MHum, Kabag Umum Hendrisan SSos MSi dan unsur Muspida.
Menurut Syamsuar, temu penyair ini memberi kontribusi positif bagi Siak dalam melakukan promosi pariwisata. Mengingat saat ini banyak obyek wisata unggulan yang dimiliki Siak seperti wisata alam, budaya dan sejarah. Pilihan dilaksanakannya acara di Siak sangat tepat, mengingat Siak dulu memiliki kerajaan dan salah satu tempat berkembangnya kebudayaan Melayu.
Selain itu, dari awal perjalanan, para peserta dibawa menyusuri sungai sehingga jadi referensi tersendiri bagi tetamu penyair. Ditambah lagi, para penyair pun mengukir sejarah dengan pernah membacakan puisi dan esai di Siak.
Kemudian hasil dari sini mereka akan membuat puisi dan esai tentang Siak. ‘’Kelak, setelah mereka pulang, dapat memberitahu warga mereka di sana, bahwa warisan kebudayaan Melayu itu salah satunya ada di Siak,’’ harap Syamsuar.
Sektor pariwisata, lanjutnya, adalah salah satu andalan Pemkab karena memiliki nilai jual. Bahkan para turis baik domestik maupun luar negeri menjadikan Siak sebagai destinasi wisata. ‘’Dalam hal kebudayaan, kita berazam menjadikan Siak sebagai pusat kebudayaan Melayu di Riau,’’ tegasnya.
Acara temu penyair menurutnya juga sangat bermanfaat bagi generasi muda, agar mereka tak lupa akan kebudayaan. Apalagi kini arus globalisasi begitu cepat masuk ke semua lini yang bisa melunturkan nilai-nilai kebudayaan asli. ‘’Untuk itu kami akan melakukan berbagai upaya agar kebudayaan ini tetap terus terjaga dan kekal sepanjang masa dari generasi ke generasi,’’ harapnya.
Kepala Dinas Seni, Kebudayaan dan Pariwisata Wan Abdul Razak SH MHum menambahkan, kejayaan Melayu harus dibangkitkan kembali, karena dia salah satu warisan dunia. Sebagai masyarakat yang lahir dan dibesarkan dalam nuansa kebudayaan Melayu, tentu hal ini tak boleh ditinggalkan begitu saja. ‘’Terlalu naif jika kita sampai melakukan itu,’’ ujarnya. Dalam kondisi sekarang ini, Pemkab meletakkan pondasi dalam semua lini bagaimana budaya Melayu dapat bersebati dengan masyarakat dalam berbagai hal. Terlebih, Siak penuh dengan kenangan sejarah.
Sementara itu, Direktur KAPLF II Rida K Liamsi mengucapkan terima kasih atas jamuan yang disediakan pada rombongan penyair. Pertemuan ini adalah pertemuan kedua dan sebelumnya diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan.
‘’Untuk pertemuan kedua, Indonesia tempat berlangsung acara dan Riau tuan rumahnya,’’ sebut Rida.
Adapun dalam acara ini, tema besarnya adalah ‘’Sound of Asia. Sementara bagian dari tema besar itu adalah ‘’Kebudayaan Melayu Warisan Dunia.’’
Helat ini menggambil setting 10 tempat ikon kebudayaan Melayu, salah satunya Istana Siak yang jadi warisan sejarah. Di istana ini, jejak budaya Melayu bisa berkembang. Bertolak dari sini, dapat diharap menghasilkan puisi dan esai bertema kebudayaan Melayu.
Berlanjut di Pondok Patin
Pembacaan puisi dan esai masih berlanjut hingga Rabu (26/10) malam di Rumah Makan Pondok Patin HM Yunus yang memiliki sajian asam durian ikan patin. Pembacaan puisi dan esai dilakukan bergantian.
Suasana Melayu tetap mengiringi dan dibawakan tim kesenian Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR). Gambus tunggal yang dibawakan Matrock kembali menghiasi suasana malam yang santai dan penuh keakraban.
Pembacaan puisi dibawakan Husyada Abadi dari Malaysia berjudul ‘’Wira Jiwa’’, Aan Mansyur dari Jogjakarta berjudul ‘’Negeri yang Menangis’’, Jawawee Paka Amin dari Thailand, Chun Su Ho dari Korea, Ngueyen Huang Doc dari Vietnam dengan judul ‘’Tomorrow Will Be Waited More And More.’’
Sementara pembacaan esai di antaranya, Nurhayat Arif Rahman dari Indonesia, Isa Kamari dari Singapura, Gunawan Maryanto dari Indonesia, Taufik Efendi Aria dengan judul ‘’Proses Kepenyairan’’ dan Ye Khuang Lee dari Korea.
Sementara sebagai tamu kehormatan pembacaan puisi tampil Herman Rante dengan judul puisi ‘’Gagak’’. Rusli Marzuki, tokoh penyair gaek dari Sumatera Barat serta Presiden Penyair Indonesia Sutardji Coulzum Bachri dengan judul ‘’Batu.’’
Mereka yang tampil lebih memilih bahasanya masing-masing. Namun hentakan irama puisi dan esai tetap memberi rasa. Suasana makin semarak tatkala beberapa lagu Melayu Riau dinyanyikan tim kesenian AKMR.
Beberapa di antara peserta dengan gembira ikut mencoba berjoget Melayu. Suasana tambah meriah tatkala pesta dipersembahkan tuan rumah.
‘’Agar suasana lebih santai dan akrab, kita adakan pesta makan durian. Tapi jangan terlalu banyak, karena bahaya (tentunya bagi yang sudah berusia lanjut atau darah tinggi, red),’’ ujar Direktur II KAPLF H Rida K Liamsi yang selalu mendampingi tamu dan rekannya dari Korea dan negara-negara ASEAN itu.
Raut muka Chairman Riau Pos Group ini pun terlihat bahagia takkala para peserta terlihat senang dengan sajian malam pembacaan puisi dan esai di Pondok Patin. Sebetulnya, kata Rida, dia ingin berlama-lama di Pondok Patin.
Namun karena masih agenda esok pagi, yakni menuju Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, Rida mengajak rekan-rekannya segera beristirahat. Karena memang perjalanan dari Pekanbaru ke Muara Takus perlu waktu cukup lama.
Penyair Taufik Efendi Aria usai acara menjelaskan, tema esai yang diangkatnya berjudul ‘’Proses Kepenyairan’’ punya arti yang dalam baginya. Karena itu menggambarkan cerita tentang dirinya sebagai penyair. ‘’Ada Taufik kecil, ada Taufik remaja, ada Taufik dewasa dan terakhir ada cerita tentang Taufik renta. Taufik kini,’’ bebernya.
Semuanya mengisahkan tentang pengalaman yang dialaminya, hingga usia yang sudah renta sekarang ini sebagai salah seorang penyair. Esai itu, memang dibuatnya untuk pertemuan KAPLF II.
Selama dua hari, banyak hal berkesan baginya. Bisa bertemu dengan kalangan penyair dari Indonesia, Korea dan ASEAN yang hadir. Apalagi, pertemuan di Pondok Patin yang suasananya penuh persahabatan dan kekeluargaan sesama penyair.(aal/ksm/dac)