Selasa, 08 Oktober 2024
PEKANBARU (RP)- Gubernur Riau HM Rusli Zainal SE MP, Selasa (25/10), secara resmi membuka pertemuan penyair Korean-ASEAN Poets Literature Festival (KAPLF) II di Balai Pauh Janggi, Gedung Daerah.
Turut hadir, Ketua DPRD Riau Johar Firdaus, Budayawan Riau DR (HC) H Tenas Effendy, sejumlah seniman dan budayawan Riau serta jajaran kepala dinas di lingkungan Pemprov Riau.
Gubernur Riau menyebutkan, ditunjuknya Riau sebagai tuan rumah acara ini merupakan suatu kehormatan bagi Bumi Melayu. Riau memiliki kebudayaan Melayu yang bernilai tinggi.
Karena itu, Riau memiliki visi ingin menjadikan negeri ini sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara.
Bahkan, imperium Melayu pernah jaya di masa lalu. Tak hanya di sejumlah negara ASEAN, tapi juga sampai ke Madagaskar. Di dunia sastra, Riau juga terus mempertahankan kebudayaan Melayu.
Gubri berharap, dengan pertemuan ini bisa mengangkat kebudayaan Melayu sebagai bagian kebudayaan dunia. Menjadi tujuan wisata budaya, tak hanya di Indonesia tapi juga internasional.
Direktur KAPLF II, H Rida K Liamsi mengatakan, tahun 2011 adalah helat lanjutan dari event KAPLF di Seoul, Korea Desember 2010, yang saat itu ditunjuk Riau, Indonesia sebagai tuan rumah.
Kegiatan ini adalah pertemuan para penyair Korea Selatan dan negara-negara ASEAN untuk membangun solidaritas sesama penyair untuk membantu agar dunia lebih damai.
Tema ini menyertakan kesenian ASEAN-Korea dan suara-suara yang sama untuk berkreativitas yang sama dari kalangan penyair. Karena pusat kegiatan di Riau, festival yang diwujudkan bernuansa Melayu.
Dari Indonesia ada 20 penyair dan lima dari Riau serta negara peserta lainnya. Festival Penyair ASEAN-Korea II tak hanya diisi pembacaan puisi, esai dan lainnya.
Juga akan ditandatangani tiga buku yakni Sound of Asia (kumpulan puisi penyair, buku yang dibacakan kalangan peserta selama kegiatan Malay As World Heritage on Stage), Becoming After Seoul (buku tentang tulisan penyair yang ditulis setelah festival KAPLF I lalu di Korea) serta penandatanganan MoU antara Yayasan Sagang dengan yayasan dari Korea.
Peluncuran buku ini ditandatangani Mr Ko Hyeong Ryeol, H Rida K Liamsi, Gubernur Riau HM Rusli Zainal, Tenas Effendy dan Sutardji Calzoum Bachri.
Presiden Penyair Korea, Mr Ko Hyeong Ryeol banyak menyampaikan, kalau 1970-an masyarakat Korea dalam penderitaan di masa pemerintahan. Dengan kondisi tersebut, ada seorang penyair muda yang terluka dan menulis syair ketika itu. Itulah putrinya ketika masih berumur 20 tahunan.
Saat itu para penyair tak diizinkan menulis puisi. Tak ada hubungan politik dengan sastra. Para penyair merasa itu sebagai kekangan dan malu dengan kondisi tersebut.
Meski demikian, akhirnya muncul sastrawan yang berpikir maju. Mereka melahirkan karya sastra di sebuah alun-alun yang menyatakan pemikirannya, bahwa sastra tak ada kaitannya dengan politik.
Bagi seorang penyair, sejarah dan masa lalu adalah tantangan menuju masa depan. Dalam penyampaian pidatonya, para penyair Korea sebagian ada yang menulis karya-karyanya di Jepang, bekas penjajah negaranya.
Hati mereka sungguh sedih. Namun begitu, akhirnya dari rasa ketakutan untuk muncul di depan publik, di tahun 2000-an dia akhirnya menerbitkan sebuah karyanya yang pertama di majalah Supyong yang menjadi wadahnya. Hingga 11 tahun Supyong, sudah sekitar 40-an karya yang diterbitkan.
Di akhir penyampaiannya, Mr Ko menyerahkan sebuah kenang-kenangan pada Direktur KAPLF II H Rida K Liamsi sebagai sebuah persahabatan di kalangan para penyair.
Syamsudin Othman, salah seorang peserta dari Malaysia yang mewakili peserta menilai, pertemuan ini sangat terpuji. Di tengah banyaknya perilaku manusia rakus di bumi saat ini yang merusak alam, peserta dalam pertemuan ini berupaya menjaga agar alam tetap hijau, laut tetap biru dan awan tetap putih melalui kata-kata.
Menurutnya, pertemuan ini bukan untuk menghabiskan waktu. Tapi berbuat yang jujur lagi ikhlas memegang amanah. Sebagai puncak pembukaan pertemuan KAPLF II, sejumlah penyair menyampaikan puisinya.
Bahkan Gubernur Riau HM Rusli Zainal, H Rida K Liamsi, Mr Ko Hyeong Ryeol serta Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri turut ambil bagian. Ditambah berbagai pementasan seni budaya Melayu termasuk sanggar seni binaan Al Azhar.
Berkunjung ke CPI
Untuk kunjungan lapangan kemarin, peserta Korean-ASEAN Poets Literature Festival (KAPLF) II menuju PT Chevron Pacific Indonesia yang dulu bernama PT Caltex Pacific Indonesia.
Meski terasa singkat, setidaknya mereka bisa dapat gambaran bagaimana perusahaan besar minyak tersebut bisa bertahan dan langgeng hingga kini di Riau.
Pada Selasa (25/10), seluruh peserta KAPLF II berkesempatan menyaksikan dan dapat penjelasan singkat tentang awal operasi perusahaan minyak raksasa di Indonesia yang hampir berumur 100 tahun. Dan itu tanpa ada gesekan dan konflik yang berarti dengan masyarakat tempatan.
Rombongan tiba sekitar pukul 09.00 WIB di Rumbai Main Hall. Direktur KAPLF II H Rida K Liamsi tak pernah lepas mendampingi koleganya, mulai dari Hotel Labersa hingga ke PT Chevron.
Di sini, seluruh peserta disambut langsung GM Policy Government Public Affairs Sumatera, Usman Slamet, Manager Communication Chevron, Hanafi Kadir bersama sejumlah pimpinan lainnya.
Di panggung terlihat alat musik tradisional yang sudah tersusun dengan gendang yang dimainkan seorang siswa kelas III SMP Cendana Rumbai, Jahro. Tak lama kemudian, datang empat rekan prianya menjunjung sebuah bambu berukuran kurang lebih 1,5 meter yang jadi sebuah bunyi musik yang khas dengan tradisi Melayu.
Kehadiran para siswi/siswa SMP Cendana Rumbai ini memang sengaja dipersiapkan pihak Chevron untuk menyambut dan menghibur peserta KAPLF II. Jahro tampak mahir memainkan musik gambus.
Begitu juga Bugi dengan alat musik akordion. Rido dan Sena serta Rian memainkan gendang sehingga menjadi warna musik khas tradisional Melayu yang menarik.
Beberapa di antara peserta dari Korea bahkan terlihat menggeleng-gelengkan kepala saat mendengar dan melihat permainan musik tradisional Melayu oleh siswa/siswi SMP Cenda Rumbai Pekanbaru tersebut yang berjudul ‘’Membangkitkan Batang Terendam’’. Selain itu juga ditampilkan nyanyian ‘’Selayang Pandang’’.
Mereka ternyata adalah peraih juara nasional Pentas Kesenian Melayu di Jogjakarta tahun 2009 dan juara nasional untuk lomba yang sama di Surabaya dan Makassar 2011.
Menurut guru Bidang Kesiswaan SMP Cendana Rumbai, Drs Riswandi MPd, musik tradisional serupa juga pernah ditampilkan di beberapa helat tingkat nasional. Sehingga untuk pertemuan kali ini hanya beberapa kali latihan, karena tinggal memoles.
Usai menikmati suguhan kesenian tradisional Melayu, para peserta dibawa menuju Minas, lokasi ladang minyak pertama yang ditemukan CPI tahun 1944 dan mulai beroperasi tahun 1952.
Di sini, mereka disuguhkan sebuah tradisi lama yang dibawakan Suku Sakai, salah satu suku asli di Riau.
Mereka sebagian tinggal tak jauh dari Minas dan menampilkan tradisi pengobatan tradisional yang sejak lama sudah turun temurun. Aroma kemenyan, pucuk daun kelapa dan mayang pinang jadi simbol tradisi ini.
Sesaat kemudian, sebuah orang-orangan dari tempurung kelapa berada di sebelahnya. Itulah tradisi lukah gilo dari Suku Sakai. Tradisi ini dimainkan tiga orang.
Dua memegang lukah gilo dan seorang lagi adalah dukun lukah gilo. Usai sang dukun membaca mantera, lalu mengibaskan kainnya ke kiri dan kanan. Tanpa perintah, orang-orangan tadi atau lukah gilo pun bergerak mengikuti pukulan kain sang dukun.
Menurut Mukhtar, Ketua Kesenian Suku Sakai Minas, tradisi pengobatan maupun lukah gilo dilakukan untuk menjemput tamu kehormatan. Ini adalah tradisi nenek moyang mereka dulu untuk memanggil roh-roh gila.
Para tamu yang masuk ke desa mereka pun dipanggil berkumpul agar roh-roh gila yang ada tak menganggu sang tamu.
Presiden Penyair Korea Mr Ko Hyeong Ryeol mengaku kagum dengan dua tradisi yang dimiliki Riau, baik kesenian tradisional Melayu maupun lukah gilo yang disajikan Suku Sakai.
Upacara trdisional menghidupkan dan mematikan api yang disajikan memberikan makna modern. Yaitu bagaimana makna minyak dalam kehidupan, di daerah yang melewati khatulistiwa dan dekat dari matahari.
‘’Saya merasa luar biasa, karena minyak berada di bawah kaki saya,’’ ucap Mr Ko. Begitu juga dengan keberadaan PT Chevron yang sudah beroperasi begitu lama di Riau dan akur bersama masyarakatnya.
Direktur II KAPLF H Rida K Liamsi dalam kunjungan itu menyampaikan, Chevron adalah bagian dari budaya Melayu dan bagian kebesaran kebudayaan Melayu Riau. Perusahaan ini kurang lebih 100 tahun dan hampir tak ada konflik dengan masyarakat sekitarnya. Ini menunjukkan kebudayaan Melayu sebuah kebudayaan yang terbuka.
Kebudayaan Melayu seperti sebuah lemari yang besar. Di mana semua kebudayaan lain bisa disimpan di sana dan larut di dalamnya.
‘’Inilah yang membawa kami ke sini, bagaimana mereka (Chevron) bisa langgeng sampai sekarang yang tak ada satu pipa pun yang diketok,’’ ujarnya. Meski tema dalam pertemuan kali ini bertema Sound of Asia, namun tetap mengangkat tema ‘’Kebudayaan Melayu sebagai Bagian Kebudayaan Dunia’’.
GM Policy Government Public Affairs Sumatera PT CPI, Usman Slamet sempat memperkenalkan musik tradisional Melayu yang dibawa siswa/siswi SMP Cendana Rumbai telah mengukir prestasi di tingkat Nasional.
Chevron juga memberi apresiasi akan pertemuan Korean-ASEAN Poets Literature Festival yang dilaksanakan di Riau. Perusahaan ini bisa berdiri dan bertahan berkat hubungan dengan masyarakat dan pemerintah yang terus dijaga.
Lebih jauh keberadaan Chevron dibeberkan Hanafi Kadir Manager Communication Chevron. Dia menjelaskan awal penemuan ladang minyak di Minas.
Rata-rata kilang minyak di Minas pipanya masuk kedalaman 800 meter hingga 1 Km. Beda di Duri yang jaraknya lebih kurang 300 meter. Sekitar tahun 1940-1950-an belum ada sarana penyeberangan yang menghubungkan ke Chevron. Karena lokasi perusahaan ini dipisahkan Sungai Siak hingga akhirnya ada Jembatan Siak I.
Hanafi banyak menjelaskan tentang keberadaan Chevron yang kini adalah bagian perusahaan di Indonesia yang juga beroperasi di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera termasuk Riau. Begitu juga dengan minyak yang dihasilkan serta berbagai program yang dilakukan perusahaan. CPI juga peduli membantu pendidikan di Riau.
Baca Puisi dan Esai di Unilak
Kegiatan para penyair Korea-ASEAN di hari pertama di Bumi Melayu Riau juga memberi arti bagi para seniman dan penyair di Riau. Termasuk kalangan mahasiswa Universitas Lancang Kuning (Unilak) yang didaulat jadi salah satu tempat kunjungan.
Di Unilak, dengan perpaduan penampilan seni khasanah Riau, tari tepak, silat dan tari ‘’Emak Kawinkan Aku’’, 14 penyair dari Korea-ASEAN ikut membaca puisi dan esai karya-karyanya.
Bahkan Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri juga ikut didaulat membacakan dua puisinya. Herman Rante didaulat membacakan puisi pertama. Dia membawakan beberapa bait puisi ‘’Gurindam XII’’ karya Raja Ali Haji.
Selanjutnya, Marhalim Zaini dari Riau, Ficar W Eda dari Nanggroe Aceh Darussalam, Cho Myeong dari Korea, Hanna Francisca dari Pontianak Kalimantan Barat, Phaosan Jawhwae dari Pattani Thailand, Marne Kilates dari Filipina, Afrion dari Sumatera yang mengumandangkan puisinya.
Sementara untuk esai, tampil Machzumi dari Riau, Jefry Al Malay dari Riau, Joo Sue Jaa dari Korea, Esha Tegar Putera dari Sumatera Barat, Budi Utami dari Riau serta Jawawee dari Thailand.
Acara yang berlangsung sekitar dua jam itu dapat sambutan hangat dari kalangan peserta dan mahasiswa, terutama Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Dr Junaidi selaku pihak Unilak menyampaikan apresiasi terhadap dipilihnya Unilak sebagai salah satu tempat kunjungan dalam pertemuan ini.
‘’Ini suatu penghargaan bagi universitas, terutama kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya,’’ ujarnya. Dengan dihelatnya kegiatan di Unilak, akan memotivasi dan menambah wawasan bagi mahasiswa FIB yang kini jumlahnya sudah mencapai 700 lebih. Apalagi, pertemuan seperti ini jarang disaksikan kalangan mahasiswa.
Pemilihan Unilak, menurut Direktur KAPLF II, H Rida K Liamsi bukan tanpa alasan. Ini karena ia adalah salah satu universitas tertua di Riau yang memiliki jurusan dan fakultas sastra.
Bahkan, namanya berkaitan erat dengan tumbuh kembangnya kebudayaan Melayu. Nama Universitas Lancang Kuning timbul dari kebudayaan Melayu dengan legenda Lancang Kuning. Sehingga kini jadi filosofis, kultur dalam kehidupan masyarakat Melayu sekarang ini.
Menurut peserta dari Thailand, Phaosan Jawhwaee, dia merasa sangat senang bisa datang ke Riau, bertemu dengan kalangan penyair dari Korea dan negara-negara ASEAN. Meski Thailand jauh dari Indonesia dan Riau, itu karena adanya rasa satu rumpun Melayu.
‘’Kami dari Thailand khususnya Pattani merasa satu rumpun dengan Riau, yakni Melayu,’’ ujarnya.
Dia memang baru pertama kali ke Riau mengikuti pertemuan ini, karena tak hadir di pertemuan penyair I di Korea tahun lalu. Pertemuan penyair ini baginya sangat luar biasa. Satu dengan yang lain akan terjalin rasa solidaritas, karena merasa satu rumpun.
Gubri: Budaya Melayu Warisan Sejarah Dunia
Gubernur Riau HM Rusli Zainal SE MP menanggapi positif dijadikannya Provinsi Riau sebagai tuan rumah Korean-ASEAN Poets Literature Festival (KAPLF) II. Menurutnya, pertemuan penyair ini bersinergi positif dengan kesungguhan Pemprov Riau dalam melestarikan budaya, khususnya budaya Melayu Riau.
‘’Budaya Melayu merupakan warisan sejarah dunia. Dengan pertemuan para penyair ini diharapkan dapat mengangkat khasanah budaya dan kearifan lokal yang tercermin dalam visi Riau 2020,’’ tutur Gubri.
Dia menilai, Pemprov Riau memiliki kesungguhan besar dalam mewujudkan Visi Riau 2020. Begitu juga dengan mengajak seluruh pihak yang peduli dalam melestarikan budaya, seperti para penyair yang merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari budaya.
‘’Dengan pelestarian budaya Melayu diharapkan warisan sejarah-sejarah budaya Melayu tak hanya sebagai simbol. Namun jauh dari pada itu, pelestarian budaya Melayu juga mengandung nilai-nilai spritual dan adat istiadat di Bumi Lancang Kuning,’’ paparnya.
Sebagai wujud kesungguhannya, dalam kesempatan itu Gubri juga menyempatkan membaca puisi berjudul ‘’Dalam Badai’’ karya Idrus Tintin. Gubri terlihat sangat menikmati pembacaan karya sastra bersama para penyair lainnya.
‘’Untuk itu saya mewakili Pemprov Riau mengucapkan selamat dan sukses untuk pertemuan para penyair Korea dan ASEAN. Semoga dapat berpengaruh positif dalam mendukung pelestarian budaya,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Budayawan Riau H Tenas Effendy menilai pertemuan penyair ini memiliki nilai positif dalam pengembangan budaya dan membuka wawasan untuk terus berkarya.
Nilai positif lain yang dapat dipetik adalah mengekalkan persaudaraan menuju kedamaian dunia.
‘’Dengan pertemuan para penyair ini diharapkan dapat memberi nuansa baru pada dunia yang kini hampir kelihangan arah. Yang tak boleh dilupakan adalah misi perdamaian yang dapat dijalin dengan semangat budaya,’’ tutur Tenas.(dac/rio)