ANUGERAH SAGANG 2016

Sebuah Tekad

Budaya Minggu, 25 Desember 2016
Sebuah Tekad

YAYASAN Sagang, salah satu yayasan yang berdiri di tubuh Riau Pos Grup (RPG), kembali memberikan anugerah di bidang seni, sastra dan budaya yakni A nugerah Sagang. Setiap tahun anugerah ini diberikan. Tentu kepada mereka yang dinilai Yayasan Sagang telah menjadi bagian penting dalam mengawal keberlangsungan, kemajuan kesenian, kesusasteraan dan kebudayaan Melayu di Riau.

Helat Anu­gerah Sagang tahun ini juga dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni dimulai dengan pengumuman nominasi, penilaian oleh dewan juri hingga penentuan penerima anugerah. Selanjutnya, para penerima diundang dalam helat Anugerah Sagang yang tahun ini dilaksanakan di Gedung Graha Pena lantai I. Di sinilah anugerah itu diberikan. Di hadapan pemimpin-pemimpin negeri, tokoh masyarakat, tokoh seni dan budaya, pekerja seni, serta undangan dari berbagai lapisan masyarakat, anugerah itu diserahkan.

Helat Anugerah Sagang tahun ini memang agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, khususnya dalam bentuk pelaksanaan kegiatan. Jika tahun-tahun sebelumnya, selalunya dilaksanakan di hotel, di tempat-tempat mewah, dengan sajian dan pementasan-pementasan seni, gegap gempita, tahun ini cukup dilaksanakan di lantai I Garaha Pena. Lebih sederhana. Simpel. Yayasan Sagang ingin memberikan sesuatu yang baru. Sengaja mengubah format dan konsep yang sudah ada untuk menghilangkan kejenuhan. Juga sebagai salah satu bentuk evaluasi setelah 20 tahun dilaksanakan berturut-turut.

Salah satu konsep yang diangkat yakni melibatkan unsur seni lain dalam pelaksanaan Anugerah Sagang. Tahun ini, Yayasan Sagang menggandeng seluruh perupa Riau yang tergabung dalam Gerakan Perupa Riau (GPM), mengolaborasikan kasil karya seni rupa dengan kegiatan Anugerah Sagang. Maka, seluruh ruangan tempat pelaksanaan kegiatan dipenuhi dengan karya rupa yang mengusung tema kaligrafi dan dibungkus dalam pameran kaligrafi kontemporer.

Pelaksanaan Anugerah Sagang diawali dengan peresmian pameran tersebut. Tak heran jika acara yang  berlangsung tidak lagi diwarnai dengan tari-tarian seperti sebelumnya, tapi lebih kepada musik lembut seperti petikan gambus dan sastra yang dinilai setali dengan ruh seni rupa. Panggung yang dihadirkan, lampu-lampu yang menerangi, juga lebih sederhana. Sementara, tulisan Anugerah Sagang 2016 di belakang panggung, juga dibuat dengan mengambil bagian-bagian penting dari bentuk kaligrafi.

Semuanya seolah menyatu. Para undangan yang hadir juga lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bentuk meja tamu, kursi hingga menu makanan yang dihidangkan juga berbeda. Tak lagi menggunakan kursi-kursi dan meja mewah seperti sebelumnya. Kali ini cukup dengan menggunakan kursi biasa dan meja makan bundar. Lebih ringan dan santai. Menu sederhana merupakan pilihan seperti rebus-rebusan, tapi tetap mengusung makanan khas Melayu seperti bolu kemojo dan roti prata. Kopi dan teh hangat, menjadi penyeimbang kehangatan pada puncak Anugerah Sagang malam itu

Ketua Yayasan Sagang, Kazzaini Ks, mengatakan, perubahan konsep dan bentuk acara tersebut dilakukan setelah dilakukan evaluasi secara bersama-sama. Perubahan itu dianggap penting dan perlu dilaksanakan untuk menghindari kejenuhan. ‘’ Khusus tahun ini, setelah 20 tahun pelaksanaan Anugerah Sagang, kita berusaha mencari bentuk yang baru, berbeda dari sebelumnya. Kemarin kita telah mencoba mengolaborasikan dengan seni rupa. Nanti akan kita evaluasi lagi bentuk seperti apa yang lebih pas. Ini juga merupakan bagian dari evaluasi,’’ jelas Kazzaini. 

Diakui Kazzaini, pelaksanaan Anugerah Sagang tahun ini memang lebih sederhana. Tapi, kesederhanaan tersebut tidak mengubah kesungguhan, tekad dan komitmen Yayasan Sagang dalam melaksanakan ivent sastra terbesar di Riau bahkan Sumatera setiap tahunnya itu. Tetap menyuguhkan sesuatu yang justru jauh lebih istimewa, yakni melibatkan komunitas atau pihak lain untuk turut bersama-sama memeriahkan acara tersebut, yakni para perupa Riau.

‘’Sampai 21 tahun pelaksanaan Anugerah Sagang, ini menujukkan komitmen Yayasang Sagang terhadap kebudayaan Melayu yakni dengan memberikan apresiasi terhadap aktifitas dan kreatifitas seniman, budayawan, pekerja seni di Riau. Kami akan bertekad terus memberikan apresiasi. Ke depan kami akan berupaya memberikan yang lebih baik lagi. Mungkin dengan konsep yang berbeda, dengan pihak lain yang berbeda pula. Kenapa kita berusaha melibatkan para perupa, karena persoalan seni budaya Melayu bukan hanya persoalan sepihak. Tapi, persoalan dan tanggungjawab bersama. Dengan melibatkan perupa, diharapkan mereka juga memahami bahwa apa yang kita lakukan selama 21 tahun ini harus didukung secara bersama-sama dan menyentuh banyak bidang seni budaya,’’ sambung Kazzaini.

Lahirnya Anugerah Sagang digagas dan dibesarkan oleh sastrawan/budayawan Riau Rida K Liamsi bergelar Datok Sri Lela Budaya sejak 1996. Awalnya, yayasan ini hanya memberikan penghargaan kepada dua kategori. Seiring perjalanan waktu, hal inipun berubah dan kini diberikan kepada lima penerima dengan lima katgeori. Tidak hanya anugerah Sagang, setiap lima tahun sekali, Yayasan Sagang juga memberikan Anugerah Sagang Kencana kepada seniman/sastrawan/budayawan yang dinilai benar-benar memperhatikan dan menjadi bagian dalam menjaga keberlangsungan seni budaya Melayu.

Lima penerima Anugerah Sagang dengan lima kategori yang berbeda tahun ini yakni, buku Air Mata Mmusim Gugur (karya buku) karya Fakhrunnas MA Jabbar, Rona Melayu produksi TVRI Riau/Kepri kategori karya non buku, Komunitas Seni Rumah Sunting kategori lembaga/institusi, Abdul Malik kategori seniman/budayawan serantau dan Armawi KH kategori seniman/budayawan pilihan Sagang.

Kepada para penerima Anugerah Sagang tersebut, Yayasan Sagang memberikan hadiah berupa tropi dan plakat sebagai tanda ucapan tahniah secara bergantian. Hadiah tersebut diserahkan langsung oleh pemimpin-pemimpin negeri dan tokoh budaya Riau seperti Gubernur Riau, Ketua DPRD Riau, Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Dirut Bank Riau-Kepri sebagai salah satu sponsor dan Presiden Direktur Riau Pos. Sementara, Ketua Pembina Yayasan Sagang H Rida K Liamsi, terus mendampingi, naik turun panggung, mengulurkan tangan dan memberikan ucapan tahniah kepada para penerima anugerah.

‘’Anugerah Sagang adalah bentuk apresiasi yang diberikan Riau Pos Grup melalui Yayasan Sagang selama 21 tahun kepada seniman/budayawan, penulis, peneliti, institusi dan pekerja seni  yang dinilai bersungguh-sungguh, ikhlas dan tunak dalam peran sertanya menjaga dan mengembangkan dunia kesenian dan kebudayaan Melayu di Riau. Juga sebagai wujud komitmen menjaga dan mengembangkan seni budaya Melayu. Kami akan terus menjaga komitmen ini,’’ ungkap Presidir Riau Pos H Makmur SE AK MM malam itu di hadapan para tamu yang hadir.

Kegigihan Yayasan Sagang yang senantiasa memberikan anugerah ini dinilai sebagai sebuah tekad yang kuat penuh kesungguhan dan ketulusan. Hal tersebut disampaikan Gubernur Riau H Arsyadjuliandi Rachman dalam sambutannya yang disampaikan oleh Sekdaprov Ahmad Hijazi malam itu. Katanya, apa yang dilakukan Yayasan Sagang merupakan kerja besar yang harus didukung secara berterusan.

‘’Kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Yayasan Sagang yang tiada henti, terus bertekad kuat memberikan Anugerah Sagang ini. Apa yang dilakukan Yayasan Sagang menjadi bagian penting bagi perkembangan dan keberlangsung kesenian dan kebudayaan Melayu Riau menuju Riau The Home Land of Malay. Semoga yayasan Sagang tetap menjaga komitmennya dan diberikan kekuatan melaksanakan apa yang telah menjadi perjuangannya,’’ ujar Ahmad Hijazi.

Tamu undangan yang hadir malam itu tidak hanya dari Riau, tapi juga dari Singapura. Sastrawan Singapura, Anie Din, yang menjadi salah satu nominator dalam Anugerah Sagang tahun ini, juga hadir. Disebutkan Anie Din yang akrab disapa Bunda Anie ini, Anugerah Sagang merupakan sebuah apresiasi yang luar biasa dan jarang ditemukannya apalagi dilakukan oleh sebuah Yayasaan selama 21 tahun.***


Laporan GEMA SETARA, Pekanbaru