Madah Poedjangga Diresmikan

Puisi juga Amal Ibadah

Budaya Minggu, 18 Oktober 2015
Puisi juga Amal Ibadah
Presiden penyair Indonesia asal Riau Soetardji Calzoum Bachri (sepuluh dari kanan) dan Chairman Riau Pos Rida K Liamsi berfoto bersama para penyair Riau dalam usai acara Peresmian Taman Madah Poedjangga di areal Gedung Graha Pena Riau, Sabtu (17/10/2015). DEFIZAL/Riaupos

PEKANBARU  - Tembok Madah Poedjangga diberi nama. Tempat disematkan karya-karya pujangga. Sebanyak 28 nama beserta sajaknya jelma prasasti, terususun indah aneka warna. Terhimpunlah di sana karya penyair asal Riau dari berbilang usia.

Tembok Madah Poedjangga diresmikan Sabtu (17/10). Bersamaan dengan suasana peringatan bulan bahasa, Oktober ini. Terletak di antara Gedung Graha Pena Riau dan Kantor RTv di Jalan Soebrantas, Panam, Pekanbaru. Helat dibuka tampilan perdana Matrock Cs berkolaborasi dengan Murparsaulian mempergelarkan puisi bertajuk Pancang Nibung karya Rida K Liamsi.

Tembok Madah Poedjangga digagas oleh Chairman Riau Pos, Rida K Liamsi adalah bentuk sikap menghargai puisi. Sebuah cara untuk mengabadikan prestasi dan kerja keras, memberi kekuatan kepada puisi itu sendiri. “Menghargai puisi itu penting karena menurut saya menulis puisi itu juga sebuah amal ibadah,” ucapnya di hadapan hadirin yang hadir memenuhi taman.

Sebagai penanda dari peresmian Tembok Madah Poedjangga, ditasbihkan pula langsung oleh Rida K Liamsi seorang penyair muda, Maymoon Nasution yang baru-baru ini mengejutkan dunia kepenyairan Riau. Anak muda yang baru saja diwisuda itu mendapat tempat di salah satu media nasional atas karya puisinya full satu halaman.

Maymoon diberi kesempatan istimewa dengan memasang sebuah baut untuk sekeping prasasti yang sengaja ditinggalkan dan menandai diresmikannya tembok puisi Madah Poedjangga itu. Prasasti yang tertinggal itu bertulisan slogan Riau Pos. “Bangun Negeri Bijakkan Bangsa”. Sprit dan semangat itu juga diambil guna atas pembangunan tembok Madah Poedjangga ini. “Slogan yang terpampang dan salah satu bautnya dipasang oleh penyair muda. Semua itu dimaksudkan untuk sebuah tanda yang baik, semangat yang menggebu untuk dunia sastra ke depannya,” jelas Rida lagi.

Pada malam yang istimewa itu dan tak berlebihan bila disebutkan sebagai malam bagi para penyair. Pengunjung dan tamu undangan yang duduk memenuhi laman mengapresiasikan berbagai bentuk tampilan seni yang berbau puisi, pembacaan puisi, musikalisasi dan juga tari puisi.

Tidak hanya peresmian Tembok Madah Poejangga, malam itu juga sekaligus meresmikan Toko Buku Sagang, Cafe Puisi dan juga peresmian program Riau Televisi edisi pertama. Sebuah program apresiasi sastra yang akan direcord setiap malam Ahad dan diputarkan setiap malam Rabu. Program itu juga terbuka untuk kegiatan apa saja terkait dengan sastra. Seperti kata Rida, bisa launching buku, diskusi sastra dan pentas-pentas pembacaan puisi dan lain sebagainya.

Terkait dengan Tembok Madah Poedjangga, diceritakan Rida merupakan ide dan gagasan yang diperolehnya lima tahun yang lalu ketika menjejakkan kaki ke Korea. Di sana, ditemukan sebuah tempat, bernama Men Hai kuil, di sebuah kawasan sunyi. Di sana menjadi semcam pusat aktivitas kesenian.

Ada teaternya, tari, bahkan penyair yang kemalaman juga bisa menginap di sana. Kemudian, di bagian lainnya juga terdapat sebuah tembok, di mana terdapat karya-karya penyair tersohor terpahat di sana. “Gagasan itu yang saya bawa pulang, dan Alhamdulillah, dengan segala kesibukan baru hari ini dapat terwujud berkat kerjasama dengan kawan-kawan yang semangatnya luar biasa. Terutama Armawi KH, yang menjadikan keinginan saya menjadi seperti yang tampak di hadapan kita ini,” ujarnya.

Bagi budayawan Riau itu, dari apa yang dilakukan adalah sebuah upaya untuk menunjukkan dan menegaskan bahwa beginilah seharus negeri yang beradab, menghargai sastra. Katanya, ada tiga hal yang menjadi syarat sebuah negeri memiliki keberadaban. Diantaranya memiliki perpustakaan, toko  buku dan juga menghargai seniman.

“Meskipun saat ini baru 28 penyair yang terpahat, itu tidak berarti tidak bertambah. Hal ini hanya terikat dengan spirit 28 Oktober saja. Lain waktu, saya berjanji akan dipahatkan nama-nama penyair Riau yang tak berhenti menyuarakan hati nuraninya lewat puisi. Selama saya masih punya kesempatan,” katanya.

Sesuai dengan maksud dan tujuan berdirinya tembok Madah Poedjangga ini sebagai laman bagi segala bentuk kreativitas sastra, maka di malam peresmian sekaligus program perdana dari RTv itu, tak heran kemudian puisi pun seolah “bergairah”.

Tumpah ruahlah segala bentuk ekpresi atas dasar puisi. Pembacaan yang digelar oleh penyairnya sendiri, musikalisasi puisi, tari puisi. Semua yang “beraroma” puisi digelar dalam suasana keakraban dan kebersamaan yang sama yaitu bagiamana mengakrabi puisi. Hadir pula tamu jemputan dari berbagai profesi, komunitas dan usia. Penyair senior sampai kepada generasi penyair muda. Malam itu memang tempat berhimpunnya para penyair dan para pecinta puisi.


Selain pembacaan puisi oleh para penyair, juga digelar diskusi singkat yang membicarakan seputar masalah puisi dan bagaimana melihat kenyataan puisi di tengah-tengah masyarakat. Hadir sebagai pembicara, presiden penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, Taufik Ikram Jamil dan Fakhrunnas MA Jabbar.

Presiden penyair Indonesia, Soetarjdi Calzoum Bachri, mengatakan puisi-puisi itu masalah pembiasaan. “Ketika membiasakan sesuatu, maka semuanya akan menjadi biasa. Kita bisa melihat, bahwa puisi tidak seluruhnya dikenal dan di dalami masyarakat karena memang tidak ada basic untuk itu. Intelektual kita masih jauh,” ucap Sutarjdi.(jef)