Teater Selembayung Produksi Lakon "Bulang Cahaya"

Budaya Selasa, 13 Januari 2015
Teater Selembayung Produksi Lakon
Para aktor Bulang Cahaya sedang menyanyikan lagu-lagu yang dalam pementasan yang akan digelar di Kota Batam (Kepri) dan Pekanbaru (Riau), beberapa waktu lalu. Foto: Jefri Al Malay/Riau Pos

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Membuka produksi awal 2015, sanggar Teater Selembayung Riau akan mementaskan sebuah naskah berjudul "Bulang Cahaya". Naskah lakon “Bulang Cahaya” itu sendiri diangkat dari novel karya sastrawan Riau, Rida K Liamsi.

Tak jauh berbeda dengan isi novel sejarah tersebut, pentas teater ini juga mengisahkan seputar persoalan antara cinta, kekuasaan dan marwah. Kata sang sutradara dan penulis naskah drama “Bulang Cahaya” Fedli Azis, kekuasaan itu seperti candu, memabukkan. Siapa saja yang masuk perangkap akan sulit melepaskan diri darinya.

Dalam lakon teater itu nantinya, lanjut Fedli akan tergambar bagaimana kekuasaan dan perebutan pengaruh oleh dua puak yaitu Melayu dan Bugis dalam kisah tragis Kerajaan Riau-Lingga, sehingga kerajaan itu dibubarkan penjajah dalam hal ini, Belanda dan Inggris.

Dalam kisah itu terjadilah pembelahan kekuasaan Kerajaan Riau-Lingga dalam dua wilayah, Hindia Belanda (Indonesia, termasuk Riau) berada di bawah kuasa Belanda dan Semenanjung (termasuk, Johor, Pahang dan Tumasik) dalam kekuasaan Inggris.

“Dalam konflik dan perang saudara Melayu-Bugis itu, terselip pula kisah cinta sejati antara Yang Dipertuan Muda (YDM) VI Kerajaan Riau-Lingga, Raja Djafaar (Bugis) dan dara molek anak Tengku Muda yakni Tengku Buntat (Melayu) yang menggetarkan jiwa. Sebuah kisah cinta setara “Romeo and Julliet” atau “Laila dan Majenun” atau “Sampek Engtay”. Karena tragedi cinta Cik Puan Bulang (Buntat) itu, telah mengubah haluan sejarah Riau-Lingga. Benar kata orang Prancis, “di mana ada peristiwa besar, di situ ada perempuan,” jelas Fedli mengutip salah satu pernyataan dalam novel “Bulang Cahaya” tersebut.

Semua kisah itu akan digarap Fedli dengan menggunakan konsep yang tidak jauh berbeda dengan pementasan tahun sebelumnya yaitu “Opera Primadona”. Di mana dalam setiap adegan akan dibubuhi nyanyian dan musikal serta ditambah tarian atau gerak-gerak pendukung suasana hati para tokoh-tokoh. “Konsep keseluruhan tentulah menyesuaikan dengan latar belakang cerita yaitu istana sentries yang tidak akan jauh dari konsep bangsawan. Namun akting-nya tetaplah dengan pola modern,” ucap Fedli.

Pentas lakon Bulang Cahaya ini menurut Fedli diperkirakan akan dipentaskan antara 8 sampai 10 Februari di Kota Batam, Kepulauan Riau. Setelah itulah barulah akan dipentaskan kembali di Pekanbaru, Riau.

Dalam produksi kali ini, Teater Selembayung Riau melibatkan 18 pelakon, empat penari, empat pemusik dan dua penyanyi terbaik Riau. Untuk pimpinan produksi langsung ditangani Rina NE. Sedangkan kelompok Abang Rombong Band alias penata musik dipercayakan kepada musisi muda Iwan Landel dan kawan-kawan. Diperkuat dengan peñata gerak Syafmanefi Alamanda, Penata Lampu Aamesa Aryana, Penata Panggung Jumadi Putra Rois, Penata Kostum Sunardi Sri Melayu, Penata Make Up Harizardy dan Videografi Rudi Kodon.