Rabu, 23 April 2025
PEKANBARU (RP)- Khazanah kebudayaan Melayu yang ditampilkan pada temu penyair Korean-ASEAN Poets Literature Festival (KAPLF) ke-2 pada 25-29 Oktober di Riau, jadi bagian terpenting untuk disosialisasikan.
Selama lima hari berturut-turut peserta dibawa dalam suasana kemelayuan dalam berbagai hal.
Mulai dari pertunjukan seni dan budaya, tempat wisata sejarah dan budaya, kuliner hingga sastra lisan. Ini semua adalah adat resam Melayu Riau yang jadi warisan tak ternilai.
Setelah puas menyaksikan ikon kebudayaan, di penghujung acara, panitia menyiapkan sesi acara diskusi buku Nyanyian Panjang Bujang Tan Domang karya budayawan Riau Dr (HC) Tenas Effendy di Jalan Pasir Putih, Sabtu (30/10).
Menurut Al Azhar, nyanyi panjang adalah salah satu genre tradisi lisan Melayu di Riau. Mendendangkan kisah-kisah yang bersarang dalam ingatan masyarakat Petalangan di Kabupaten Pelalawan, di antaranya berjudul ‘’Bujang Tan Domang’’.
Nyanyian Panjang Bujang Tan Domang adalah epik atau tombo suku, berkisah tentang asal-usul dan pengembaraan wira (pahlawan) suku Petalangan bernama Bujang Tan Domang.
‘’Tokoh inilah yang mengasaskan adat dan perlembagaan sosial yang mengatur kehidupan orang Petalangan, termasuk yang berkaitan dengan kekuasaan atas hutan-tanah (tanah ulayat),’’ kata Al Azhar menyampaikan ikhtisar singkat persiapan dalam diskusi, Ahad (2/10) di Pekanbaru.
Sebagai teks lisan, lanjut Pengelola Bandar Serai ini, Nyanyi Panjang Bujang Tan Domang terancam punah oleh kelupaan.
Padahal kandungannya sangat penting, baik bagi orang Petalangan itu sendiri, maupun bagi pemangku kebudayaan Melayu pada umumnya. Oleh karena itu, budayawan Tenas Effendy mengambil prakarsa menuliskannya.
Keunikan versi tertulis ini adalah, teksnya disempurnakan melalui diskusi-diskusi intensif dengan seluruh pemangku suku Petalangan, sehingga dapat dianggap sebagai versi utuh merekam pengetahuan orang Petalangan tentang ‘’diri’’ mereka.(aal)