Notice: Undefined offset: 4 in /home/u6048245/public_html/erdeka/metadata.php on line 20
Menghimpun Remah Serumpun - Rida K Liamsi
 

PERTEMUAN PENYAIR 8 NEGARA

Menghimpun Remah Serumpun

Aktifitas Minggu, 24 Juli 2016
Menghimpun Remah Serumpun


AWAL tahun lalu, digelar pertemuan penyair  serumpun di Singapura. Beberapa penyair hadir mewakili daerahnya. Ada dari Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Mereka berhimpun, bercerita tentang Melayu serumpun. Awal Mei, para penyair serumpun kembali berhimpun. Kali ini di Sabah, Malaysia. Dan, pekan lalu, pertemuan kembali terjadi di tanah rencong; Banda Aceh. Lagi-lagi mereka bercerita tentang Melayu serumpun.

Perbincangan meluas. Tidak hanya soal Melayu dan kesusasteraannya, tapi menyandingkan kesusasteraan serumpun dengan negara-negara Eropa, Timur Tengah dan sebagainya. Perbincangan juga tidak hanya lahir dari bibir para penyair, tapi juga penikmat, pengamat hingga kritikus satra.

Nik Mansour, Nik Rakib dan beberapa penyair asal Thailand yang mengikuti beberapa ivent tersebut mengakui, Melayu dan kesusasteraan Melayu di tempat mereka semakin mengecil. Melayu Campa, merupakan Melayu yang tersisa. Lalu, mereka berhimpun, berjalan, mengikuti berbagai ivent kesusasteraan agar bertemu puak Melayu serumpun yang lain dan tidak lagi menjadi remah semata.

Begitu juga dengan Melayu Temasik (:baca Singapura). Anie Din, salah seorang sastrawan asal Singapura yang ‘lasak’ berjalan ke sana kemari, ke berbagai negara mengikuti ivent kesusasteraan, juga mengakui hal serupa. Melayu Temasik semakin terusik, katanya. Melayu Temasik semakin berkurang jumlahnya. Melayu Temasik tinggal remah di tanah asalnya sendiri.

Pertemuan sastrawan dalam berbagai ivent, seolah menjadi kekuatan. Berbagai cerita tentang sejarah, sastra, puak dan kebudayaan masing-masing negeri, seolah menjadi peluru baru, menjadi pengikat dan kekuatan baru. ‘’Kita di Riau, Melayu masih kuat. Di Singapura, Thailand dan Vietnam, Melayu seolah telah menjadi remah-remah. Yang utuh ini kita kekalkan. Yang menjadi remah, kita satukan. Pertemuan sastrawan di beberapa negara, menjadi kekuatan tersendiri untuk saling menguatkan antara satu dengan yang lain,’’ ungkap Mosthamir Thalib, sastrawan Riau yang hadir dalam berbagai ivent tersebut.

Pertemuan sastrawan serumpun juga ditandai dengan lahirnya karya-karya sastra. Di Singapura misalnya. Waktu itu, para sastrawan menghiumpun karya-karyanya dalam Senandung Tanah Merah; sebuah buku yang berisi 1200 pantun. Pantun yang termaktub di dalamnya lebih fokus tentang adat dan budaya masing-masing daerah asal sastrawan. Sudah pasti, beragam cerita termaktub dalam buku itu.

Begitu juga dengan pertemuan sastrawan 8 negara di Aceh pekan lalu. 28 buku puisi juga diluncurkan bersama. Ada buku puisi tunggal, dan banyak buku antologi bersama. Dari berbagai negara: Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand. Buku-buku itu juga menjadi bahan perbincangan para pakar. Tidak hanya dari Asia, tapi juga Korea dan Meksiko.

Sudah pasti karya-karya itu kemudian dibaca dan diperdengarkan. Terpaparlah kebudayaan, adat dan bahasa masing-masing negeri di dalamnya. Mulai dari dalam gedung megah, hingga alam terbuka; tepi laut, sungai dan rimba. Serupa. Hal seperti itu juga terjadi saat pertemuan di Singapura dan Sabah, Malaysia. Dan, semakin menghimpunlah remah-remah yang berserak.

Prof Yang Seung yoon, guru besar Emeritus Hankuk University of Foreign Studies Soul yang hadir dalam pertemuan tersebut bercerita tentang Melayu yang identik dengan Islam. Melayu di Korea sudah semakin banyak. Sudah ada masjid-masjid yang bertumbuhan. Sebagian mereka juga berasal dari Indonesia. Melayu dan Islam semakin dekat ke tanahnya. Menyebarkan aroma kebudayaan dan bahasanya.

Menurutnya, Melayu serumpun mesti terus harus berhimpun. Menyebar luas dengan tetap kuat di pangkalnya. ‘’Saya hadir di tengah-tengah sastrawan Melayu serumpun. Ini sangat istimewa. Dan teruslah berhimpun. Melayu atau Islam ada dimana-mana. Ada juga di Korea. Saya sedang di tengah pusarannya. Terasa kuat meski sebagian banyak yang tergerus dan semakin berkurang jumlahnya. Pertemuan sastrawan seperti ini akan menjadi kekuatan. Semakin menguatkan,’’ katanya.

Dari tanah merah, sabah dan tanah rencong, pertemuan penyair asia akan kembali terjadi di Pekanbaru. Mereka juga akan memperbincangkan sastra yang memperkuat ke-Melayu-an serumpun. Perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) yang ditandai dengan diskusi puisi, akan menjadi pembuhul bagi mereka. ‘’Semakin bertemu, sering berkumpul, semakin kuatlah silaturrahmi. Sastra menjadi pembuhul bagi para sastrawan serumpun. Dan para sastrawan itu akan menjadi pembuhul pula di negerinya masing-masing,’’ ungkap Maman S Mahayana, kritikus sastra Indonesia, yang juga hadir ketika itu.(Kunni Masrohanti)